Home » » PENINGKATAN KUALITAS GURU DAN LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN (LPTK) PADA ERA GLOBAL

PENINGKATAN KUALITAS GURU DAN LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN (LPTK) PADA ERA GLOBAL

Written By ISPI Banyumas on 11/07/08 | 7/11/2008

Dr. Tanto Sukardi, M.Hum

(Ketua Seksi Pengembangan Pendidikan/Pembelajaran ISPI Cabang Banyumas)


ABSTRAK

Dalam era globalisasi dewasa ini profesi guru menduduki posisi penting, karena mempersiapkan sumber daya manusia yang handal. Oleh sebab itu guru memperoleh premis-premis baru agar dapat berfungsi seperti yang diharapkan, yaitu: 1) Guru sebagai agen perubahan. Dalam era transformasi yang begitu cepat, sosok guru dapat berfungsi secara efektif sebagai penggerak dan pelaku perubahan. 2) Guru sebagai pengembang sikap toleransi dan saling pengertian. Di dalam era global diperlukan saling pengertian dan toleransi antar seluruh umat manusia melalui proses pendidikan. 3) Guru sebagai pendidik profesional. Dalam era global peran sekolah semakin dituntut untuk berperan sebagai pusat pengalaman belajar. Berkaitan dengan ini peran guru menjadi sangat penting, karena bertanggung jawab dalam mempersiapkan peserta didik agar memiliki daya saingyang tinggi di masa depan. Oleh sebab itu maka profesionalisme guru perlu ditingkatkan melalui upaya peningkatan kualifikasi pendidikan sebagai dasar pembentukan kompetensi mereka, baik yang berkaitan dengan kompetensi akademik maupun kompetensi profesional. Dengan demikian, kualitas kinerja dan pencapaian target kualitas pembelajaran yang dihasilkan akan meningkat.


  1. PENDAHULUAN

Bidang pendidikan merupakan suatu faktor yang sangat fundamental dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan, di samping juga merupakan faktor penentu bagi perkembangan sosial dan ekonomi kearah kondisi yang lebih baik. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana paling strategis untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa. Mengingat begitu pentingnya peran pendidikan bagi kehidupan masayarakat, maka pemerintah dewasa ini sangat memperhatikan segala aspek pendidikan yang ada untuk dikembangkan. Dengan harapan, agar pendidikan di Indonesia bangkit dari keterpurukan dan menjadi garda yang terdepan dalam pembangunan bangsa. Bentuk perhatian ini secara khusus tercermin dalam kebijakan pemerintah, antara lain yang berupa pemenuhan sarana perundang-undangan, peningkatan anggaran pendidikan, sampai pada upaya penyempurnaan berbagai regulasi yang berlaku untuk memajukan pendidikan nasional.

Kerja keras semacam itu tentu tidak lepas dari upaya melaksanakan amanat konstutusi yang diidamkan oleh para founding father negara ini. Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar1945 mengisyaratkan, bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Sementara itu pada Pasal 31 ayat (3) menyatakan, bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidiksn nasional, yang meningkatkan keimanan da ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Sebagai upaya melaksanakan amanat konstitusi itulah, maka pada saat ini pemerintah pusat maupun daerah tengah berkonsentrasi secara penuh terhadap kemajuan dalam pembangunan pendidikan, dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang diyakini sebagai faktor penunjang akselerator kemajuan daerah. Pembangunan bidang pendidikan di setiap daerah bertumpu kepada tiga pilar Kebijakan Strategis Departemen Pendidikan Nasional, yaitu: 1) Perluasan dan pemerataan akses pendidikan, 2) Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, dan 3) Tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik ( Depdiknas, 2008: 5). Ketiga pilar itulah yang menjadi dasar pengembangan sektor pendidikan yang menyeluruh di Indonesia dewasa ini.

Dengan digulirkannya otonomi daerah yang secara resmi dilaksanakan sejak 1 Januari 2001, maka pengembangan pendidikan yang bertumpu pada tiga pilar itu juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah masing-masing. Hal ini sejalan dengan tuntutan reformasi yang secara bertahap mengarah kepada penyelenggaraan otonomi daerah yang semakin luas. Dalam bidang pendidikan, tuntutan reformasi lebih mengarah kepada proses desentralisasi pengelolaan pendidikan. Salah satu kendala dalam pengelolaan pendidikan dasar selama ini adalah kurangnya koordinasi antara Dediknas, Depdagri, dan Depag. Walaupun masing-masing memiliki tanggung jawab dalam hal pembinaan, namun koordinasinya kurang berjalan baik, khususnya antara Depdiknas dan pemerintah daerah setempat ( Supriadi, 2000: 142).


  1. DAMPAK GLOBALISASI BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT

Dewasa ini arus globalisasi telah melanda pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Dalam kaitan ini globalisasi dipandang sebagai suatu tantangan sekaligus sebagai suatu proses yang dapat menimbulkan banyak akibat. Sebagai suatu proses, globalisasi berlangsung begitu cepat dan banyak mendatangkan kekacauan. Industri manufaktur ditinggalkan segera digantikan dengan perusahaan multinasional yang bergerak dalam industri dan jasa yang merambah berbagai penjuru dunia tanpa mengenal batas-batas negara nasional. Sebagai akibatnya pengangguran meningkat dan di pihak lain terbuka kesempatan kerja yang sangat luas, yang tidak dapat dijangkau oleh sebagian besar anggota masyarakat kita karena menunutut kualifikasi tingkat tinggi. Dari sinilah kemudian muncul istilah the loser dan the winner, yang menempatkan masyarakat negara berkembang sebagai pecundang dan masyarakat negara maju sebagai pemenang (Micklethwait & Wooldridge, 2000: xx).

Untuk dapat menempatkan diri sebagai pemenang, maka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sesuatu yang sangat penting artinya sebagai prasyarat mengantisipasi perubahan-perubahan agar suatu bangsa tidak ketinggalan. Perlu pula dinyatakan, bahwa eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi sangat diwarnai oleh perlombaan untuk mencapai puncak ilmu pengetahuan. Berkaitan dengan itu Hatten & Resenthal ( 2000: 5) menyatakan, bahwa penguasan bidang ilmu dan teknologi dalam kadar yang memadai sangat diperlukan agar masyarakat dapat meningkatkan kemampuan kreativitas, pengembangan, dan penerapan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) sebagai tuntutan yang mutlak dalam kehidupan global.

Sebagai konsekuensi dari perkembangan yang terjadi, pemerintah dituntut untuk melakukan inovasi sistem pendidikan tinggi sesuai dengan tuntutan perubahan dalam suatu pola pembinaan, yang menempatkan pendidikan tinggi sebagai: 1) bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah, 2) penghubung antara dunia iptek dan kebutuhan masyarakat, 3) upaya pengembangan pola analitik yang berorientasi pada pemecahan masalah dengan pandangan masa depan, 4) bentuk partisipasi dalam perbaikan dan pengembangan mutu kehidupan dan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan penerapannya, pengertian dan kerja sama internasional dalam upaya mencapai perdamaian dunia dan kesejahteraan umat manusia, 5) upaya yang memungkinkan pengembangan seluruh kemampuan serta kepribadian manusia, mobilitas dalam memperoleh pengalaman pendidikan, diversifikasi, demokratisasi dalam pendidikan, proses belajar, mobilisasi sumber masyarakat untuk pendidikan dan petumbuhan kegairahan kegiatan penelitian (Brodjonegoro, 2001: 143 )

Dalam era globalisasi dewasa ini perubahan berlangsung begitu cepat. Masyarakat yang sadar akan tantangan masa depan, sehingga berusaha membekali diri melalui penguasaan berbagai macam ilmu pengetahuan. Dalam kaitan itu pula manusia Indonesia dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat dalam segala lapangan kehidupan. Kiranya hanya dengan cara itulah masyarakat kita dapat memacu diri agar tetap eksis. Dalam kenyataannya globalisi memang menuntut setiap orang untuk selalu meningkatkan kemampuan diri agar dapat memberi respon yang cepat dan tepat terhadap berbagai tantangan yang dihadapi. Di samping itu harus pula memiliki harga diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri berdasarkan iman yang kuat. Semua itu akan memungkinkan kesanggupan untuk mandiri untuk berprakarsa dan bersaing, baik secara lokal maupun secara global (Kartasasmita, 1991: 18-19).

Pada dasarnya globalisasi yang berkembang cepat didorong oleh tiga faktor penting yang sering disebut three engine of globalization, yang meliputi teknologi, modal, dan manajemen. Ketiganya merupakan perangkat yang saling terkait satu sama lain. Perkembangan teknologi baru telah dapat memudahkan perpindahan dan perluasan modal dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara itu dengan manajemen modern para ahli ekonomi telah mampu menyiapkan perusahaan dan mengatur strategi dalam rangka bekerja sama atau untuk memenangkan persaingan dengan didukung oleh modal dan teknologi. Manajemen modern yang canggih sudah tentu dapat mendorong para manajer untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik pula (Micklethwait & Wooldridge, 2000: 29).

Dalam era globalisasi telah terjadi paradigma yang sangat besar dalam sektor produktivitas yang menyangkut kekayaan suatu negara. Pada masa lampau kekayaan suatu negara dipandang berkait erat dengan sumber-sumber kekayaan alam yang dimiliki. Akan tetapi untuk ukuran sekarang, kekayaan suatu negara sangat ditentukan oleh kamampuan sumber daya manusia yang mampu mengubah sumber-sumber alam itu menjadi produk atau jasa yang berharga berdasarkan ilmu pengetahuan, investasi, gagasan, dan inovasi. Banyak sumber eksternal yang dulu menguntungkan suatu negara kini telah hilang karena arus perkembangan globalisasi (Harrison & Huntington, 2000: 5).

Dengan demikian penguasaan ilmu dan tekologi dalam era globalisasi sangat penting artinya sebagai prasyarat untuk dapat mengantisipasi perubahan-perubahan, sehingga suatu bangsa tidak ketinggalan. Tidak heran jika berbagai bangsa dewasa ini juga diwarnai oleh perlombaan untuk menggapai puncak ilmu pengetahuan. Berkaitan dengan itu Hatten & Rosenthtal (2000: 5) menyatakan, bahwa penguasaan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan dalam kadar yang memadai dapat melahirkan kemampuan kreativitas, mengembangkan dan menerapkan pengetahuann itu sebagai suatu tuntutan yang mutlak dalam era globalisasi.


Konteks baru dalam peningkatan daya saing antar bangsa dewasa ini adalah kebutuhan untuk mengetahui segala perubahan. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan penguasaan yang memadai bidang ilmu pengetahuan tersebut. Oleh sebab itu tidak heran jika berbagai bangsa dapat kita saksikan sangat antusias berlomba dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, termasuk menciptakan, mengembangkan, dan menggunakannya dalam rangka mencapai kesuksesan yang kompetitif. Bagi suatu bangsa maupun organisasi bisnis, penguasaan ilmu pengetahuan baru sangat penting artinya untuk dapat berpartisipasi dalam era global. Pihak yang pantas menjadi pemenang dalam persaingan global adalah mereka yang mengetahui (knowing) bagaimana cara bertahan hidup dan mengetahui bagaimana mengembangkan kemampuan berorganisasi (Hatten & Rosenthtal, 2000: 7).


Kemudian untuk mencapai itu semua diperlukan banyak jalan. Salah satu yang dipandang sangat penting adalah pendidikan. Dalam kaitan ini pendidikan merupakan unsur penting yang harus mendapat prioritas utama. Dalam kerangka itulah, pendidikan diharapkan dapat meberi sumbangan perkembangan seutuhnya bagi setiap orang, baik jiwa, raga, intelegensi, kepekaan, estetika, tangung jawab, dam nilai-nilai spiritual. Melalui pendidikan, setiap orang hendaknya dapat diberdayakan untuk berpikir mandiri dan kritis. Dalam dunia yang terus berubah dan diwarnai oleh inovasi sosial dan ekonomi, pendidikan tampak sebagai salah satu kekuatan pendorong untuk meningkatkan kualitas imajinasi dan kreativitas sebagai ungkapan dari kebebasan manusia dan standarisasi tingkah laku perorangan. Kesempatan perlu diberikan kepada generasi muda untuk melakukan percobaan dan menemukan sesuatu yang baru (UNESCO, 1996: 94).


Lebih jauh Ohmae (1990: 195), menyatakan, bahwa setiap pemerintah yang bertanggung jawab akan mempersiapkan diri agar rakyatnya dapat memasuki era global dengan kesiapan yang mantap. Cara yang mungkin dapat ditempuh adalah menyelenggarakan pendidikan yang memungkinkan rakyat mendapatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan yang diperlukan. Penguasaan informasi dan penguasaan sebanyak mungkin pilihan pengetahuan akan memantapkan suatu bangsa untuk berkompetisi dalam era global.


Dengan demikian proses pendidikan bukan semata-mata untuk memperdalam pengetahuan, tetapi juga ditekankan untuk mempertinggi sikap kritis dan daya kreatif peserta didik. Hal ini sangat perlu mengingat keanekaragaman tantangan di masa depan sangat menuntut kemampuan semacam itu. Dewasa ini kita sering dituntut untuk mampu memberi jawaban dalam response time yang pendek dan sering kali suatu tantangan memerlukan beberapa jawaban sekaligus (Soedjatmoko, 1991: 87).


  1. PERAN GURU DAN LPTK DALAM ERA GLOBAL

Masa depan sistem pendidikan di Indonesia tidak semata-mata menyangkut upaya untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pendidikan secara internal, tetapi juga dituntut untuk meningkatkan kesesuaian pendidikan dengan aneka sektor kehidupan lain yang semakin kompleks (Danin, 2002: 17) Oleh sebab itu perlu program pengembangan pendidikan tenaga kependidikan yang dirancang secara cermat dan tepat. Berkaitan dengan itu Ibrahim (1998: 2) menyatakan, bahwa pendidikan harus dirancang sedemikian rupa, dengan cara menindak lanjuti pertanyaan penting, yaitu:

  1. Bagaimana kita harus menyiapkan anak didik agar mereka mampu menghadapi kehidupan modern sekaligus mampu mengembangkannya ?

  2. Bagaimana kurikulum sekolah harus disusun agar relevan dengan tantangan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ?

  3. Bagaimana mendayagunakan fasilitas yang ada untuk mengefektifkan proses pembelajaran ?

  4. Metode pebahan mbelajaran apa yang tepat digunakan, sesuai dengan perubahan pola kehidupan dewasa ini ?

Masih banyak pertanyaan lain yang semuanya mendorong insan pendidikan untuk selalu berupaya mencari jalan keluarnya.

Dunia pendidikan dituntut untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan kemajuan teknologi dan budaya yang berkembang dalam masyarakat.Hal ini disebabkan, pendidikan merupakan upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Secara spesifik tujuan pembangunan nasional di bidang pendidikan dinyatakan dalam Undang-Undang R I No. 20 Tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU RI No. 20 tahun 2003).


Untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, maka individu-individu dalam organisasi pendidikan harus memiliki kemampuan. Guru sebagai bagian dari organisasi sekolah memiliki kewajiban untuk melaksanakan serangkaian tugas sesuai dengan fungsi yang harus dijalankannya. Sebagai seorang manajer PBM guru berkewajiban memberi pelayanan kepada siswanya terutama dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Tanpa menguasai materi pelajaran, strategi pembelajaran dan pembimbingan kepada siswa untuk mencapai prestasi yang tinggi, maka guru tidak mungkin dapat mencapai kualitas pendidikan yang maksimal. (Suhardan, 2007: 4)


Kemudian untuk mencapai keberhasilan pendidikanan pada era global, UNESCO menetapkan dasar-dasar yang harus dijadikan pijakan bagi semua bangsa. Tidak terkecuali Indonesia sebagai bagian dari bangsa-bangsa di dunia sangat perlu untuk mencermati dan menggunakan dasar-dasar pendidikan yang telah dicanangkan UNESCO. Dalam uraiannya yang bertajuk Learning: Treasure Within (1996: 85-89) UNESCO menetapkan The four pillars education (Empat pilar pendidikan) sebagai landasan pendidikan pada era global, sebagai berikut: 1) Learning to know, bukan sekedar mempelajari materi pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah mengenal cara memehami dan mengkomunikasikannya. 2) Learning to do, menumbuhkan semangat kreativitas, produktivitas, ketangguhan, menguasai kompetensi secara profesional, dan siap mennghadapi situasi yang senantiasa berubah. 3) Learning to be, pengembangan potensi diri yang meliputi kemandirian, kemampuan bernalar, imajinasi, kesadaran estetik, disiplin, dan tanggung jawab. 4) Learning to live together, Pemahaman hidup selaras seimbang, baik nasional maupun internasional dengan menghormati nilai spiritual dan tradisi kebhinekaan.

Dalam rangka melaksanakan 4 pilar pendidikan Indonesia berbenah diri melalui serangkaian kebijakan pendidikan. Salah satu kebijakan itu dapat disimak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen yang mengarah kepada peningkatan sumber daya guru. Hal ini mengingat guru yang diperlukan harus memiliki karakteristik tertentu, yang dapat mengarahkan peserta didik kepada empat dasar pembelajaran tersebut. Menurut analisis Widayati, dalam karyanya yang berjudul Reformasi Pendidikan Dasar (2002: 29) karakteristik guru yang diperlukan adalah: 1) Memahami profesi guru sebagai panggilan hidup sejati (genuineness), 2) Selama proses pembelajaran mengupayakan positive reward, sehingga siswa mampu malakukan self-reward, 3) Sikap guru tidak hanya simpatik, tetapi juga perlu berempatik, 4) Menyadari bahwa sebagai guru di era global hendaknya memiliki ability to be a learner (long life learning) dan bukan hanya berprofesi yang ambivalen. Dengan demikian kersadaran penuh tentang pekerjaan sebagai profesi merupakan karakter yang harus dimiliki oleh setiap guru.

Dalam kaitan itu, kajian yang dilakukan oleh Tilaar juga tidak dapat diabaikan. Dalam tulisannya yang bertajuk Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21 (1999: 312-314) menyatakan, bahwa dalam transformasi sosial era globalisasi, profesi guru yang bertugas mempersiapkan sumber daya manusia untuk hidup dan berkarya dalam perubahan sosial juga menuntut perubahan-perubahan yang sesuai. Dalam hal ini guru memperoleh premis-premis baru agar dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Lebih jauh dinyatakan, bagi bangsa Indonesia ada tiga fungsi baru yang disandang, yaitu:

  1. Guru sebagai agen perubahan. Dalam era transformasi yang begitu cepat, sosok guru dapat berfungsi secara efektif sebagai agen perubahan. Dengan armada sebesar 1,5 juta orang, guru sangat dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk membantu generasi muda menghadapi proses transformasi tersebut.

  1. Guru sebagai pengembang sikap toleransi dan saling pengertian. Di dalam era global diperlukan saling pengertian dan toleransi antar seluruh umat manusia. Sikap itu dikembangkan mulai dari lingkup yang kecil, dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar. Dapat dinyatakan, begitu besar peran guru untuk menumbuhkan saling pengertian di antara peserta didiknya, yang kemudian meningkatkan saling pengertian dan toleransi tersebut pada tingkat nasional, regional, maupun internasional.

  2. Guru sebagai pendidik profesional. Dalam era global peran sekolah semakin dituntut untuk berperan sebagai pusat pengalaman belajar. Hal ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin, sehingga memerlukan sosok guru yang mmengusai ilmu pengetauan dan teknologi dan menguasai metologi pembelajaran yang modern pula. Oleh sebab itu guru perlu meningkatkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat

Berdasarkan pernyataan di atas dapat kiranya ditegaskan di sini, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan, guru merupakan unsur yang sangat penting. Pandangan tersebut mendorong Pemerintah Republik Indonesia berupaya memantapkan posisi guru dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan. Pada Bab XI Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional antara lain dinyatakan, bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembibingan dan pelatihan. Kemudian pada Pasal 39 ayat 3 dinyatakan: Guru merupakan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar maupun menengah.

Dengan mencermati hal tersebut di atas, maka posisi guru secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Bab II Pasal 2 ditegaskan: Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, pada Pasal 4 dinyatakan, bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Mengingat guru sebagai tenaga profesional, maka dituntut untuk memiliki sejumlah kompetensi profesional. Kompetensi itu dapat dicapai dengan baik, jika guru yang bersangkutan memenuhi syarat ditinjau dari kualifikasi pendidikan. Standar kompetensi profesional guru merupakan ukuran yang ditetapkan bagi seorang guru dalam menguasai seperangkat kemampuan agar kelayakan menduduki salah satu jabatan fungsional guru sesuai dengan bidang tugas dan jenjang pendidikannya. Kemampuan yang dimaksud adalah berkaitan dengan penguasaan proses pembelajaran, penguasaan pengetahuan, dan jabatan jabatan fungsional. Mengenai jabatan fungsional guru menujuk pada kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang guru yang dalam melasanakan tugas berdasarkan pada keahlian atau ketrampilan tetentu serta bersifat mandiri. Berdasarkan paparan di atas maka dapat dinyatakan, bahwa sosok utuh kompetensi profesional guru merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimilki guru searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum), tuntutan masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada umumnya prestasi seorang guru ditandai dengan pencapaian kompetensi profesinal tersebut.

Widayati dalam karyanya yang berjudul Reformasi Pendidikan Dasar (2002: 29) menegaskan, bahwa kompetensi yang dimaksud meliputi kompetensi ketrampilan proses dan penguasaan pengetahuan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut;

  1. Kompetensi Proses Pembelajaran

Merupakan penguasaan kemampuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yang meliputi kemapuan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, serta kemampuan dalam menganalisis, menyusun program perbaikan dan pengayaan, serta menyusun program bimbingan dan konseling khusus untuk guru Sekolah Dasar.

  1. Kompetensi Penguasaan Pengetahuan

Merupakan penguasaan terhadap kemampuan yang berkaitan dengan keluasan dan kedalaman pengetahuan. Kompetensi ini meliputi pemahaman terhadap wawasan pendidikan, pengembangan diri dan profesi, pengembangan potensi peserta didik, dan penguasaan akademik

Serara lebih rinci Ditjen Dikti Depdiknas (2006: 4) menetapkan, bahwa Standar Kompetensi Guru berkaitan dengan sosok utuh kompetensi profesional guru, terdiri atas kompetensi akademik dan kompetensi profesional yang dalam realisasinya merupakan kemampuan terintegrasi, yang terdiri dari: 1) Kemampuan mengenal peserta didik secara mendalam, yang meliputi pemahaman secara mendalam tentang karakteristik intelektual, sosial emosional, dan fisik, serta latar belakang peserta didik sebagai landasan bagi guru agar dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. 2) Kemampuan menguasai bidang studi, yang meliputi penguasaan substansi dan metodologi bidang ilmu (diciplinary content knowledge) yang bersangkutan, serta kemampuan memilih dan mengemas bidang ilmu tersebut menjadi bahan ajar sesuai dengan konteks kurikuler dan kebutuhan peserta didik (pedagogical content knowledge).

3) Kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, yang meliputi kemampuan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, kemampuan mengases (menilai) proses dan hasil pembelajaran, serta kemampuan menindaklanjuti hasil asesmen untuk perbaikan pembelajaran secara berkelanjutan. 4) Kemampuan mengembangkan kompetensi profesional secara berkelanjutan, yang menekankan pada kemampuan guru dalam menfaatkan setiap peluang untuk belajar meningkatkan profesionalitas, sehingga pembelajaran yang dikelolanya selalu mengedepankan kemaslahatan peserta didik.


D. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS GURU

Perlu diketahui, secara umum tujuan utama desentralisasi pendidikian di Indonesia adalah: 1) Untuk mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil di tingkat lokal. 2) Meningkatkan pengertian rakyat dan dukungan mereka dalam pengembangan sosial ekonomi.3) Menyusun program perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal secara realistis. 4) Melatih rakyat untuk dapat mengatur usahanya sendiri. 5) Membina kesatuan nasional. Arah kebijakan nasional untuk memberikan otonomi yang lebih besar kepada daerah pada sektor pendidikan dilaksanakan secara bertahap. Pemerintah pusat (Depdiknas) menyerahkan sebagian urusannya kepada instansi vertikal yang berada pada tingkatan di bawahnya dengan hati-hati melaui proses uji coba. Pada dasarnya semangat penerapan desentralisasi pendidikan tidak lepas dari perluasan akses pendidikan dasar (SD/MI) di daerah-daerah melalui program wajib belajar 9 tahun. Sayangnya banyak kalangan menilai, bahwa selama ini aspek manajemen pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah belum maksimal. Hal ini berdampak terhadap seluruh komponen sistem pendidikan menjadi kurang terkoordinasi dan kurang terpadu. Kelemahan aspek manajeman itu juga dipandang sebagai penyebab utama kurang memuaskannya mutu pendidikan, di samping berdampak negatif pula bagi pelaksanaan efisiensi internal pendidikan (Supriadi, 2000: 150).

Sejalan dengan pembenahan-pembenahan yang terus dilakukan menuju desentralisasi pendidikan, semua kalangan masyarakat di negeri ini menaruh harapan yang sangat besar terhadap upaya perbaikan bidang pendidikan melalui kebijakan pemerintah. Melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, maupun pembenahan pada tingkat kurikulum di setiap jenjang pendidikan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan tantangan global. Dalam era global dewasa ini pendidikan sangat penting artinya sebagai prasyarat penguasaan ilmu dan teknologi agar suatu bangsa dapat mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat dan kompleks. Dengan demikian dinamika suatu bangsa pada era global sangat diwarnai oleh perlombaan untuk menggapai puncak ilmu pengetahuan. Agar suatu bangsa dalam era globalisasi tetap dapat eksis, maka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kadar yang memadai termasuk kemampuan berkreativitas, mengembangkan dan menerapkannya merupakan tuntutan yang mutlak (Hatten & Rosenthal, 2001: 5).

Pemerintah melalui Depdiknas berusaha mengantisipasi perkembangan yang terjadi di era global secara kritis. Melalui VISI Depdiknas, pendidikan ingin mewujudkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif. Visi pendidikan yang dikembangkan menjadi sangat jelas dan menjadi pedoman arah MISI agar “Pendidikan yang mampu Membangun insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif dengan Adil, Bermutu, dan Relevan untuk Kebutuhan Masyarakat Global (Depdiknas, 2008: 2).

Tidak dapat diingkari, bahwa konteks baru bagi peningkatan daya saing antar bangsa dewasa ini adalah kebutuhan untuk mengetahui segala perubahan. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan penguasaan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu berbagai bangsa dewasa ini di samping semakin ketat berlomba dalam penguasaan ilmu pengetahuan, juga dalam hal kemampuan menciptakan, mengembangkan, dan menggunakannya dalam rangka mencapai kesuksesan kompetitif. Sudah pasti Bangsa Indonesia dewasa ini juga tengah berusaha ikut ambil bagian dalam arena tersebut dengan pembenahan-pembenahan dalam bidang pendidikan. Hal ini mengingat untuk dapat eksis dan diakui keberadaannya pada era globalisasi, harus menempatkan pendidikan sebagai unsur penting yang harus mendapat prioritas dan perhatian utama. Arus globalisasi yang ditandai oleh peradaban dunia yang terus berubah, diwarnai oleh inovasi sosial dan kemajuan ekonomi. Dua hal itu tampak sebagai suatu kekuatan pendorong untuk meningkatkan kualitas imajinasi dan kreativitas sebagai ungkapan dari kebebasan manusia dan standarisasi tingkah laku perorangan (UNESCO, 1996: 94).


Satu-satunya pilihan bagi pemerintah yang bertanggung jawab adalah, mempersiapkan diri agar rakyatnya dapat memasuki era global dengan kesiapan yang mantap. Cara yang seharusnya ditempuh adalah menyelenggarakan pendidikan yang memungkinkan rakyatnya memperoleh pengetahuan yang diperlukan sebanyak mungkin. Penguasaan informasi dan penguasaan sebanyak mungkin pilihan agar generasi muda nantinya memiliki kompetensi untuk berkompetisi pada era global (Ohmae, 1990: 195). Kualitas pendidikan yang tinggi sangat diperlukan dalam rangka menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan memiliki daya saing. Hal ini pada gilirannya akann dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak azasi manusia, kehidupan demokratis, globalisasi, dan otonomi daerah (Depdiknas, 2001: 6).

Ukuran kualitas dalam bidang pendidikan, lulusannya tidak cukup jika hanya diukur dengan standar lokal atau nasional saja. Hal ini disebabkan era global telah membuka sekat-sekat lokal maupun nasional sebagai standar kualitas dalam bidang apapun. Dengan demikian, bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan dengan mutu yang tinggi sesuai dengan standar global tersebut. Pemerintah melalui Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003) dan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen (2005) tentu sudah menetapkan apa yang akan dikembangkan melalui model yang seharusnnya digunakan. Hal ini tidak terlepas dari orientasi kurikulum sebagai upaya untuk mengembangkan diri para peserta didik, pengembangan disiplin ilmu. Dengan kata lain, kurikulum yang dikembangkan dalam berbagai bidang ilmu bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik pada kemampuan tertentu yang kompetitif (Hasan, 2004: 4).

Dengan demikian pendidikan memiliki fungsi dan potensi untuk melakukan persiapan-persiapan menghadapi perubahan dalam masyarakat sesuai dengan tuntutan globalisasi. Dalam hal ini sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak hanya dituntut untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi harus mampu menghasilkan peserta didik yang menjadi pelaku perubahan yang mandiri. Oleh sebab itu, sekolah ditantang untuk semakin handal dalam memberikan perannya sebagai upaya mempersiapkan siswa mengantisipasi tuntutan global (Widayati, 2002: vi-vii). Mengenai tata nilai yang menjadi acuan adalah:

  1. Nilai-nilai masukan (input values), dalam rangka mencapai keunggulan yang Amanah (Trustworthiness), Profesional dan Percaya Diri, Antusias dan Bermotivasi Tinggi, Bertanggung Jawab, Kreatif, Disiplin, dan Peduli.

  1. Nilai-nilai proses (process values), dalam rangka mencapai dan mempertahankan kondisi yang diinginkan, yaitu Visioner dan Berwawasan, Menjadi Teladan, Memotivasi (Motivating), Menghilhami (Inspiring), Memberdayakan (Empowering), Membudayakan (Culture-forming) Taat azas, Koordinatif dan Bersinergi dalam Kerangka Kerja Tim, dan Akuntabel.

  1. Nilai-nilai keluaran (output values), yakni nilai-nilai yang diperhatikan oleh para stakeholders yaitu Produktif, Gandrung, Mutu Tinggi / Sevice Execellence, Dapat Dipercaya (Andal), Responsif dean Aspiratif, Antisipatif dan Inovatif, Demokratis, berkeadilan, Insklusif, dan Pembelajaran Sepanjang Hayat. (Depdiknas, 2008: 3).

Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut, setiap lembaga pendidikan pada setiap jenjang, khususnya tingkat Sekolah Dasar sangat memerlukan guru yang memiliki kemampuan yang memadai untuk dapat mencapai target yang telah digariskan. Dalam kaitan ini, kemampuan yang disyaratkan adalah guru yang memilki sosok utuh kompetensi yang terdiri atas kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi akademik merupakan landasan saintifik dari penyelenggaraan layanan keguruan, yang terdiri atas: a) kemampuan mengenal peserta didik secara mendalam, b) kemampuan menguasai bidang studi, c) kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, dan d) kemampuan mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Kemudian, kompetensi profesional dapat dibentuk melalui penerapan kompetensi akademik di sekolah. Oleh sebab itu, dalam kenyataannya kompetensi akademik dan kompetensi profesional merupakan kemampuan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan (Depdiknas, 2006: 4-5).


E. PENUTUP DAN SARAN

Sudah pasti tuntutan kualifikasi pendidikan sangat erat kaitannya dengan peningkatan kompetensi akademik dan profesional. Hal itu layak sebagai bahan pertimbangan mutlak bagi perekrutan tenaga guru sebagai ujung tombak penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Mengingat begitu pentingnya peran guru untuk ikut ambil bagian dalam mempersiapkan peserta didik yang memiliki daya saing di masa depan, maka sangat perlu dilakukan penelitian tentang kualifikasi pendidikan sebagai dasar pembentukan kompetensi mereka, baik yang berkaitan dengan kompetensi akademik maupun kompetensi profesional. Dengan demikian akan dapat diprediksi kinerja dan pencapaian target pembelajaran yang dihasilkannya.

Kemudian untuk kepentingan peningkatan kualitas guru, perlu dikemukakan beberapa saran, sebagai berikut:


1. Peningkatan Kualitas Guru

  1. Dalam upaya peningkatan mutu guru melalui pendidikan dalam jabatan,

penekanan diberikan pada kemampuan guru agar dapat meningkatkan efektifitas mengajar, mengatasi persoalan-persoalan praktis dan pengelolaan PBM, dan meningkatkan kepekaan guru terhadap perbedaan individu para siswa yang dihadapinya.

  1. Pembinaan mutu guru perlu secara sungguh-sungguh memberikan perhatian melatih kepekaan guru terhadap para siswa yang semakin beragam, terutama pada pendidikan dasar sebagai konsekuensi dari semakin terbukanya akses peserta didik terhadap sekolah.

  2. Dalam rangka peningkatan mutu guru, lembaga-lembaga Diklat (PPG dan BPG) di lingkungan Depdiknas perlu lebih dioptimalkan peranannya sesuai dengan tugas dan fungsinya.

  3. Sesuai dengan prisip-prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah dan semangat desentralisasi, sekolah diberi kewenangan yang lebih besar untuk menentukan apa yang terbaik untuk meningkatkan mutu guru-gurunya.


2. Pengembangan Karier Guru

  1. Karier sebagai guru profesional perlu diciptakan sedemikian rupa, sehingga cukup memberi kepuasan kepada para guru untuk tetap sebagai guru, karena daya tarik berkarier sebagai guru sama dengan karier pada lingkungan profesi yang lain.

  2. Untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran di sekolah, beban-beban non akademik guru yang tidak sesuai dengan status dan tugas-tugas profesionalnya sebagai guru sebaiknya dikurangi, karena hal itu sangat mengganggu kelancaran penyenggaraan pendidikan dan pembenahan mutu pendidikan.

  3. Pengangkatan seorang dalam jabatan kepala sekolah dilakukan melalui seleksi yang ketat, adil, dan transparan dengan mengutamakan kapasitas kepemimpinan orang yang bersangkutan. Harus dihindari pengangkatan kepala sekolah yang hanya berdasarkan pada lamanya masa kerja atau pertimbangan lain yang tidak berkaitan dengan tujuan peningkatan mutu pendidikan.

  4. Fungsi pengawasan pada semua jenjang pendidikan dioptimalkan sebagai sarana untuk memacu mutu pendidikan. Pengawasan itu dilaksanakan dengan lebih mengutamakan aspek-aspek akademik dibanding aspek administratif.



KEPUSTAKAAN

Bogdan, R..C, & Biklen, S.K., 1982, Qualitative Research for Education, Boston, Allyn & Bacon Inc.


Danin, S., 2002, Inovasi Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia.


Depdiknas, 2001, Kurikulum Sekolah Dasar, Jakarta, Depdiknas.


Dediknas, 2003, Undang-Undang R I Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung, Citra Umbara.


Supriadi, D., 2000, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta, Adicita.


Depdiknas, 2004, Pola Pembinaan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan PGSD, Jakarta, Depdiknas.


Depdiknas, 2005, Undang-Undang RI Nomor 14 Tentang Guru Dan Dosen, Jakarta, Depdiknas.


Depdiknas, 2006, Standar Kompetensi Guru Kelas SD/MI Lulusan S 1 PGSD, Jakarta, Depdiknas.


Depdiknas, 2008, StanPembangunan Pendidkan Nasional, Jakarta, Depdiknas.


Goetz, J.P., & Comte, LMD, 1984, Ethnography and Qualitative Design And Educational Research, New York, Academy Press Inc.

Hasan, S.H., 2004, Kurikulum dan Tujuan Pendidikan, Bandung, Pasca Sarjana UPI.


Hatten, K.J, & Rosenthal, S.R., 2001, Reaching for the Knowledge Edge, New York, Amrican Management Association.

Ibrahim, 1998, Inovasi Pendidikan, Jakarta, Ditjen Dikti Depdikbud, Jakarta.


Ohmae, K., 1995, The End of the Nation State; The Rise of Regional Economies, New

York, The Free Press.


Spardley, J.P., 1980, Partisipant Observation, New York, Halt Rinehart & Wiston.Inc.


Suhardan, D., 2007, Standar Kinerja Guru dan Pengaruhnya Terhadap Pelayanan Belajar, Mimbar Pendidikan, No. 2 Tahun XXVI, UPI Bandung.


Tilaar, H.A.R., 1999, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Magelang, Indonesia Tera.

UNESCO, 1996, Learning: Treasure Within, New York, UNESCO Publishing.


Undang-Undang Dasar 1945 Dan Amandemennya, 2008, Jakarta, Media Centre.


Widayati, S, 2002, Reformasi Pendidikan Dasar, Jakarta, Grasindo

Share this article :

0 komentar:



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) - Kontak Person : 0812 2935 3524
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger