Home » » Analisis Arah Pembangunan " KOTA " Purwokerto.-Dengan Menekankan Arah Pembangunan Kota Purwokerto sebagai Kota Pendidikan-

Analisis Arah Pembangunan " KOTA " Purwokerto.-Dengan Menekankan Arah Pembangunan Kota Purwokerto sebagai Kota Pendidikan-

Written By ISPI Banyumas on 15/01/09 | 1/15/2009

Oleh : Deni Kurniawan As'ari, S.Pd
Sekretaris II ISPI Cabang Banyumas

Sekira 3 (tiga) bulan yang lalu, seorang mahasiswi Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto mendatangi sekretariat ISPI Cabang Banyumas yang berada di SMAN 2 Purwokerto. Beliau ditemui Bapak Kumaidi, S.Pd---Wakil Sekretaris ISPI Banyumas dan mahasiswi tersebut tmenyampaikan ingin mewawancarai Ketua ISPI Cabang Banyumas untuk bahan penelitian tugas akhirnya (skripsi). Mengingat Bapak Drs. H.  Dayono, M.M.  selaku Ketua ISPI Cabang Banyumas sedang sibuk maka akhirnya Sekretaris II yang ditugasi  untuk diwawancarai.

Rupanya mahasiswi yang bernama ROSMANAWATI tersebut sedang membuat karya tulis akhir berupa skripsi dengan judul yang cukup menarik yaitu” ANALISIS ARAH PEMBANGUNAN “KOTA” PURWOKERTO dengan menekankan arah pembangunan kota Purwokerto sebagai kota pendidikan.

Konon tujuan dari penelitian tersebut untuk mengetahui dan menganalisis aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mencapai Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan. Salah satu metode dalam menggali data penelitian itu dengan melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh pendidikan di Purwokerto.

Minggu kemarin mahasiswi yang sekarang telah diwisuda dan menjadi sarjana itu mengirimkan hasil penelitiannya. Sungguh menarik untuk dikaji lebih jauh bahwa kesimpulan dari hasil penelitiannya berbunyi sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Purwokerto mengenai Analisis Arah Pembangunan Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah kabupaten hingga saat ini belum mendukung terwujudnya Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan. Namun, melihat aspek sosial-ekonomi dan kapasitas lembaga lokal, Kota Purwokerto memiliki potensi sebagai kota pendidikan. Untuk menjadi kota pendidikan, Purwokerto harus bisa memperhatikan pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.


Secara umum, pendidikan di Kota Purwokerto untuk pendidikan dasar hingga menengah sudah cukup baik dari tahun-tahun. Namun, pemerintah kabupaten masih dirasa belum optimal memberikan perhatian kepada perguruan tinggi. Semua urusan perguruan tinggi masih menjadi urusannya masing-masing. Oleh karena itu, potensi yang mendukung terwujudnya Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan harus disertai dengan dukungan pemerintah kabupaten terhadap keberadaan perguruan tinggi.

Dari hasil analisis SWOT, aspek-aspek yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah kabupaten adalah dari segi geografis dan demografis. Dari segi geografis, Purwokerto berada pada lokasi yang strategis, yaitu pertemuan jalur selatan-utara. Purwokerto juga memiliki atmosfer dan cuaca yang mendukung proses pembelajaran. Dari segi demografis, Purwokerto memiliki sumber daya manusia terdidik yang cukup banyak. Banyak tokoh-tokoh pendidikan lahir dari Kota Purwokerto. Selain itu, Kota Purwokerto juga memiliki fasilitas pendidikan yang cukup memadai. Potensi-potensi ini sangat mendukung terwujudnya Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan. Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan memiliki prospek yang baik, jika didukung oleh kebijakan pemerintah yang memperhatikan dunia pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Kemudian implikasi yang beliau tawarkan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, arah pembangunan kota sebagai kota pendidikan memerlukan kebijakan pemerintah kabupaten yang mengarah pada perwujudan Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan, diantaranya :


1. Menumbuhkan forum-forum diskusi dengan tokoh pendidikan yang ada.
2. Meningkatkan anggaran pendidikan sesuai dengan Undang-undang, yaitu 20%.

3. Menciptakan tata ruang kota yang kondusif bagi perwujudan kota pendidikan.

4.Menarik investasi industri yang mendukung dunia pendidikan.




Menurut mahasiswi itu teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui interview (wawancara) yaitu percakapan dengan maksud tertentu, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut

Sedangkan informan yang dipilih dalam penelitiannya sebagai berikut :
a. Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Banyumas adalah unsur dalam sekretariat daerah yang membawahi bidang perekonomian, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan kepala asisten ekonomi dan pembangunan sekretaris daerah Kabupaten Banyumas sebagai informan.

b. Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah bagian dalam DPRD yang menangani masalah pendidikan di Kabupaten Banyumas. Pemilihan informan ini juga menggunakan teknik purposive sampling.

c. Badan Perencanaan pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyumas adalah badan yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan kepala sub bidang kesejahteraan sosial Bappeda Kabupaten Banyumas sebagai informan.-----Sub bidang ini yang menangani masalah pendidikan.

d. Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas adalah dinas yang mempunyai tugas melaksanakan teknis operasional urusan pemerintahan daerah bidang pendidikan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas sebagai informan.

e. Tokoh pendidikan Purwokerto adalah tokoh masyarakat yang menguasai kondisi pendidikan di Purwokerto. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik snowball sampling untuk menentukan informan, dengan cara meminta rekomendasi dari informan sebelumnya untuk menentukan informan.

Tabel 14. Daftar Informan Penelitian ini

No. Nama Keterangan
1. PW Kepala Asisten ekonomi dan pembangunan sekretaris daerah Kabupaten Banyumas
2. AI Ketua Komisi D DPRD Kab. Banyumas
3. AW Kepala sub bidang kesejahteraan sosial Bappeda Kab. Banyumas
4. SY Sekretaris Dinas Pendidikan Kab. Banyumas
5. AG Aktivis Figurmas (Forum Interaksi Guru Banyumas)
6. AT Budayawan Banyumas
7. TD Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Banyumas.
8. DK Sekretaris II ISPI (Ikatan Sarjana pendidikan Indonesia) Kabupaten Banyumas
9. SN Kepala Biro Kependidikan LPP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto
10. RM Mantan Rektor Universitas Jenderal Soedirman
11. KH Ketua Stain Purwokerto
12. SK Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto
13. MR Pembantu Ketua I Stain Purwokerto

Berikut cuplikan hasil wawancara dengan para tokoh pendidikan tersebut.

4. Deskripsi Hasil Penelitian
4.1 Socioeconomic Base
Aspek sosial-ekonomi daerah sangat menentukan arah pembangunan kota. Perencanaan dan pengelolaan kota tidak terlepas dari aspek ekonomi dan sosial yang berkembang. Maraknya aktifitas ekonomi sangat mempengaruhi wujud dan kehidupan kota. Perkembangan kota tidak dapat dipisahkan dari pengaruh proses globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Apalagi kota memiliki kecenderungan terjadinya urbanisasi yang menyebabkan dinamika penduduk yang kompleks dan heterogen.

Saat ini, Purwokerto akan dikembangkan sebagai kota perdagangan, industri dan jasa, sedangkan sektor pendidikan tidak menjadi prioritas pembangunan. Melihat keunggulan di sektor pendidikan, Purwokerto memiliki potensi sebagai kota pendidikan. Apalagi, saat ini telah berkembang ekonomi berbasis pengetahuan, yang menggantikan ekonomi industri sebelumnya. Untuk mewujudkan Purwokerto sebagai kota pendidikan, Purwokerto harus memperhatikan kriteria-kriteria dari kota pendidikan itu sendiri. Secara umum, kota pendidikan adalah kota yang mengedepankan pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Salah satu indikator utama kota pendidikan adalah tersedianya perguruan tinggi ataupun setingkatnya, baik negeri maupun swasta yang memadai.

Menurut MR, kriteria kota pendidikan adalah :
“Satu, kaitannya dengan SDM cukup memadai, dari berbagai disiplin ilmu itu ada di situ. Kemudian yang kedua, dari sisi fasilitas, sarana, gedung, laboratorium itu juga mudah untuk ditemukan. Fasilitas-fasilitas yang memenuhi syarat. Kemudian ada kebijakan pendamping tentang pengembangan baik melalui perda, peraturan-peraturan lain kaitannya dengan berkembangnya institusi pendidikan. Yang keempat, jika jaringan informasi keilmuan cukup memadai. Orang mudah memperoleh informasi ilmu pengetahuan. Jaringan dan tradisi sudah akademik.”

SK juga berpendapat mengenai kriteria kota sebagai kota pendidikan adalah :
“Kota pendidikan itu adalah kota yang menjadi pusat tujuan orang-orang untuk menempuh pendidikan dan umumnya orang-orang yang ingin menempuh pendidikan tinggi bukan pendidikan dasar sampai menengah.”

Begitu pula dengan KH, beliau menyatakan : “Pertama memang di situ banyak perguruan tinggi dan juga lembaga pendidikan termasuk setingkat sekolah tingkat atas, pertama dan dasar, tetapi untuk kota pendidikan memang tolak ukurnya biasanya adalah perguruan tinggi, sebab kalau SMA, SMP, SD setiap kota kan ada.”

Dalam penelitian ini, aspek sosial-ekonomi dijelaskan melalui beberapa sub aspek, sebagai berikut :

4.1.1 Kondisi Kependudukan
Pembangunan bersifat multidimensional. Semua aspek dalam kehidupan merupakan bagian dari pembangunan. Tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk menyejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, tentunya keadaan atau kondisi kependudukan mempengaruhi dinamika pembangunan yang diharapkan. Transformasi ekonomi menjadi ekonomi berbasis pengetahuan perlu diperhatikan oleh daerah. Apakah kondisi daerah mampu untuk mengikuti perubahan yang berkembang?, termasuk kondisi masyarakatnya. Dari hasil dokumentasi, kondisi kependudukan Purwokerto menurut jumlah penduduknya menunjukkan bahwa Purwokerto disebut sebagai kota sedang dengan jumlah 222.492 jiwa.

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 10. Dari tabel tersebut dapat menjelaskan bahwa penduduk Purwokerto paling banyak bermatapencaharian sebagai pedagang dengan jumlah 29.359 jiwa, sedangkan sektor jasa merupakan mata pencaharian yang paling sedikit yaitu sejumlah 1.618 jiwa. Namun, dilihat dari sektor ekonomi, sektor jasa memberikan kontribusi yang paling besar terhadap PDRB Kabupaten Banyumas tahun 2006.

Menurut RM, kota pendidikan juga dapat dilihat dari kependudukannya dengan melihat pada jumlah penduduk usia sekolah. Dari segi kependudukan, Purwokerto dapat dikembangkan sebagai kota pendidikan, karena memiliki kepadatan penduduk untuk usia sekolah.
Beliau menyatakan :

“Ya kalau saya lihat untuk kota pendidikan harus dilihat dulu dari demografisnya : kepadatan penduduk usia remaja sekolah. Di Purwokerto, ya ini memang benar disisi padat penduduknya di usia sekolah cukup banyak.”

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan melakukan perubahan diperlukan untuk mendukung pembangunan pendidikan di daerah.

PW berpendapat mengenai kesadaran masyarakat Purwokerto dalam mendukung pembangunan pendidikan di Purwokerto. Beliau menyatakan bahwa :

“Otomatis ya mereka mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga semula mereka berpikiran pendidikan cukup setelah SLTA, sekarang tidak hanya berpikir seperti itu, lebih maju lagi. Ingin anaknya memiliki pendidikan yang tinggi. Atau kalau tidak mampu juga ingin membekali anaknya dengan keterampilan-keterampilan, sehingga kedepannya untuk mencari penghidupan bisa lebih baik. Mereka orientasinya sudah seperti itu. ”

Hal senada juga diungkapkan oleh AG, yang menyatakan :

“Relatif bagus. Masyarakat ya kan juga sudah sebagian besar edukatif ya dikota ini. Tingkat kesadaran untuk menyekolahkan anaknya juga relatif tinggi. Saya rasa juga masyarakat mendukung, kalau memang pendidikan menjadi korp bisnisnya Kabupaten Banyumas.”

Begitu pula yang diungkapkan DK yang menyatakan bahwa:
 “Dilihat dari sejauh mana masyarakat dalam menyekolahkan anak-anaknya. Saya lihat sudah memiliki kesadaran untuk berusaha menyekolahkan sesuai kemampuan mereka. Sebagian besar masyarakat sudah memiliki kesadaran untuk membantu anak-anaknya sekolah paling tidak sampai SMA. Untuk tingkat SD dan SMP, Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas memberikan data bahwa anak yang tidak sekolah itu prosentasinya sangat kecil.”

Tingginya kesadaran masyarakat akan pendidikan dapat dilihat dari tingkat besarnya APK (angka perkiraan kasar) dan APM (angka partisipasi murni).
Seperti yang diungkapkan oleh SY yang menyatakan bahwa :
“Budaya masyarakat kita bagus terhadap pendidikan. Katakanlah sekarang kita punya adanya APK (Angka Perkiraan Kasar). Angka Perkiraan Kasar itu, kita sudah 95%, sudah hampir mendekati keinginan nasional. Idealnya APK adalah 96%.”

AI mempunyai sedikit pendapat yang lebih terinci bahwa :
“Masyarakat kalau kita melihat dari tingkat partisipasi murni SLTA, SMP di Purwokerto ini lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat di luar Kota Purwokerto, artinya ekonomi berbasis pengetahuan mendapat sambutan yang positif.”

AW menyatakan bahwa :
“ya menerima, tapi yang namanya masyarakat ya, mba, ada dia bersifat menerima dengan positif ada yang negatif.” Selain kesadaran, masyarakat juga diharapkan dapat memberikan dukungan nyata terhadap pendidikan. Dengan adanya dukungan nyata dari masyarakat, tentunya dapat memberikan kontribusi yang baik untuk pelaksanaan pendidikan.

Menurut beberapa pendapat, dukungan masyarakat Purwokerto sudah cukup baik. Walaupun masih terkendala pada hal-hal tertentu. Mengenai dukungan masyarakat Purwokerto,

AT berpendapat bahwa :
“Ya, masyarakat masih sangat percaya bahwa pendidikan adalah investasi untuk masa depan.Jadi orang dari semua lapisan percaya bahwa dengan sekolah, menempuh pendidikan itu sangat memungkinkan untuk merubah kehidupan. Jadi kesiapan di sini jelas pada keyakinan bahwa menempuh pendidikan itu jalan yang paling baik untuk memperbaiki kehidupan. Dukungan masyarakat sangat tinggi. Malah pemerintah mestinya malu. Coba SMP dan SMA antara yang negeri dengan swasta hampir sama. Itu kan dukungan dari
masyarakat, ketika orang-orang swasta menjadi target kita. Kemudian di desa juga, warga desa mau ditarik iuran untuk dana yang diberikan dana-dana SD negeri. Bantuan pemerintah hanya sebagai perangsang saja untuk mengumpulkan partisipasi masyarakat. Kalau pun ada masyarakat yang tidak sekolah, itu karena faktor ekonomi, bukan karena tidak percaya pada sekolah. Masyarakat menuntut anggaran pendidikan 20% dari APBD.”

Hal senada juga diungkapkan oleh TD, menurutnya :
“Kalau masyarakat dukungannya bagus,mba. Karena kesadaran masyarakat untuk pendidikan tuh telah termaknai. Jadi, saya yakin masyarakat sendiri mempunyai dukungan yang baik, dalam arti masyarakat umum. Cuma disini saya belum menemukan dukungn masyarakat dari pengusaha, dunia industri, secara memadai. Kami mencoba membangun ini melalui kegiatan yang lain dengan harapan mereka bisa ikut memberi dukungan yang dalam. Karena bagaimanapun akhirnya mereka toh nantinya menjadi pengguna dunia pendidikan.”

Dukungan-dukungan masyarakat tersebut akan memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan, jika memperoleh respon dari pemerintah daerah.

Menurut Sk, respon pemerintah daerah terhadap dukungan masyarakat masih minim. Beliau menyatakan :
“Sebetulnya masyarakat menginginkan Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan, karena sudah didukung dengan banyaknya perguruan tinggi. Tapi ya itu tadi, yang saya katakan kepedulian pemerintah. Contoh : Unsoed sampai ada di Purbalingga, itu kan Pemda ga peduli. Kenapa ga bisa menyediakan lahan untuk Unsoed sekian, UMP sekian.”

SN memiliki sedikit perbedaan pendapat dengan yang lain. Menurutnya dukungan masyarakat sangat banyak. Pengertian masyarakat disini pun luas, dalam artian masyarakat sebagai wali murid dan masyarakat pada umumnya. Sejauh ini dukungan masyarakat Purwokerto sudah cukup bagus. Hanya ada beberapa dukungan yang kurang diperhatikan oleh masyarakat sebagai pengguna pendidikan ataupun sekolah yang merupakan penyelenggara pendidikan.

Beliau menyatakan:
“Dukungan masyarakat dalam pendidikan sangat banyak ya, mba, terutama wali murid. Wali murid harus mendukung, satu, dalam hal pembiayaan. Barang kali anggaran pemerintah yang masih terbatas untuk membiayai seluruh pendidikan yang berkualitas, karena bagaimana pun pendidikan membutuhkan biaya. Kalau dukungan biaya, masyarakat Purwokerto, kalau dilihat dari segi ekonomi banyak yang keberatan. Yang kedua, dukungan masyarakat atau wali murid yang mendidik yang masih kurang. Banyak orang tua yang sekarang menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah. Ini terbukti karena satu, orang tua jarang berkomunikasi dengan sekolah. Dukungan lain lagi yang kurang dari masyarakat adalah kepedulian. Peran serta wali murid dalam penyelenggaraan sekolah juga diperlukan, artinya peran serta adalah pemikiran. Sementara dengan kurangnya dukungan ini, sekolah juga kurang menciptakan kondisi yang menyebabkan kerja sama yang produktif dengan orang tua atau masyarakat. Tidak terjadi komunikasi antara sekolah dengan wali murid tentang perkembangan anak.”

Dari pemaparan di atas dapat menjelaskan bahwa kondisi kependudukan
Kota Purwokerto tergolong kedalam kota sedang. Dilihat dari mata pencaharian, penduduk Kota Purwokerto mayoritas bermatapencaharian sebagai pedagang, sedangkan paling sedikit bermatapencaharian dibidang jasa sosial. Namun, jika dilihat dari sektor ekonomi, sektor jasa memberikan kontribusi yang paling besar pada PDRB Kota Purwokerto. Dinamika masyarakat Purwokerto bersifat kritis, sehingga mampu menjadi filter dari kebijakan Pemerintah Daerah. Kesadaran masyarakat Purwokerto akan pendidikan sudah cukup bagus. Hanya saja kepedulian pemerintah daearah Kabupaten Banyumas yang belum terlihat, terutama kepeduliannya terhadap
pengembangan perguruan tinggi.

4.1.2 Kondisi Tenaga Kerja
Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan mempunyai peranan yang cukup besar dalam peningkatan pendidikan di bagian wilayah barat propinsi Jawa Tengah. Apalagi dalam era ekonomi berbasis pengetahuan saat ini. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar dari setiap masyarakat. Dengan pendidikan, diharapkan masyarakat mampu mengembangkan potensi dirinya untuk berperan aktif dalam pengembangan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah yang tinggi mampu mengurangi masalah sosial yang terjadi, termasuk dalam masalah tenaga kerja. Kondisi tenaga kerja dapat menunjukkan kondisi sumber daya manusia yang dimiliki daerah.

Jumlah seluruh dari penduduk pengangguran di Purwokerto adalah 42.369 penduduk. Jumlah penduduk sebagai pengangguran sejumlah 22.982 penduduk dan jumlah penduduk yang setengah pengangguran sejumlah 19.387 penduduk. Dari hasil dokumentasi lain, data pencari kerja yang terdaftar paling banyak adalah dengan status pendidikan sekolah menengah atas dan setingkatnya yaitu sejumlah 6.889 penduduk.

Dari hasil wawancara dengan AI menjelaskan kondisi pengangguran di Kabupaten Banyumas secara umum dan Purwokerto secara khusus, masih banyak.

Beliau menyatakan :
“Pengangguran masih banyak. Pengangguran tidak bisa diselesaikan dengan berkembangnya ekonomi jasa. Karena menurut saya, ekonomi yang berbasis pengetahuan sangat kecil penyerapan tenaga kerjanya dan itu kan hanya diperuntukan orang-orang yang mempunyai kemampuan yang lebih. Sementara dari faktor ekonomi dan sebagainya, sehingga pengangguran masih ada.”

Hal senada juga diungkapkan oleh PW Menurutnya besarnya angka pengangguran masih tetap menjadi agenda dari pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Beliau menyatakan:
“Ya otomatis pengangguran ya masih ada.jadi kita kan era sekarang, dihadapi masalah masyarakat. Orang miskin masih ada, pengangguran masih ada.”

Begitu juga menurut AW menyatakan bahwa :
“Kalau tenaga kerja masih banyak. Usia produktif 15-45 tahun banyak yang masih menganggur seperti itu.”
Banyak indikator yang dapat mengambarkan kondisi pengangguran di Purwokerto. Salah satu indikatornya adalah banyaknya pelamar disetiap ada pembukaan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) di Kabupaten Banyumas.

DK membenarkan hal itu. Menurut beliau :
“Persoalan pengangguran itu menjadi fenomena yang tidak hanya di Banyumas, bahwa pengangguran di Indonesia mau tidak mau cukup tinggi. Pemerintah SBY belum sepenuhnya berhasil. Untuk daerah Purwokerto, barang kali parameter yang bisa digunakan, misalnya ketika ada pengumuman test CPNS. Itu sangat banyak sekali masyarakat yang berduyun-duyun untuk mendaftar. Diantara mereka ada yang benar-benar pengangguran murni, ada juga yang sudah punya pekerjaan tetapi merasa belum puas.”

Tidak jauh berbeda juga, diungkapkan oleh SN. Menurut pengalamannya di Al Irsyad, membenarkan banyaknya angka pengangguran di Purwokerto. Beliau menyatakan :
“Besar. Saya hanya melihat indikator ketika Al-Irsyad merekrut pegawai. Yang mendaftar banyak banget. pengangguran sih ga, tapi tidak punya pekerjaan tetap. Indikator kedua, bermunculan tukang parkir dimana-mana. Sekarang di seluruh pelosok Purwokerto ada tukang parkir. Itu kan menunjukan tingkat pengangguran masih tinggi, mba.”

Dari hasil observasi, sering terlihat pengamen dan peminta-peminta di ruas ruas jalan utama dan kampus-kampus. Hal ini juga dapat menjadi indikator yang menunjukan tingginya angka pengangguran di Purwokerto.
TD menyatakan bahwa :
“Kalau pengangguran setidaknya, kalau saya liat dari media masa, tidak ada perubahan yang signifikan ya. Tapi kalau saya lihat di lapangan, ya pengangguran semakin banyak, mba. Banyak orang-orang yang pulang kampung dari Jakarta karena di PHK. Di jalan-jalan, pertigaan juga semakin banyak pengamen dan pengemis. Ini menurut saya menunjukan pengangguran semakin banyak.”

Penyebab penganguran sendiri sangat beragam. Salah satu penyebab utama pengangguran adalah terbatasnya lapangan kerja yang tersedia. Hal ini dibenarkan oleh AT.
Menurut beliau :
“Ya saya bisa merasakan pengangguran itu masih cukup tinggi. Itu kan gambaran bisa dilihat para pencari kartu kuning. Dan tidak terserapnya atau lambat sekali menyerapnya output dari perguruan tinggi. Jadi penambahan tenaga kerja dengan terbukanya lapangan kerja baru cenderung tidak seimbang.

Ditambah lagi masih ada anggapan mencari kerja ya menjadi pegawai negeri. Minat ke sektor swasta masih terbatas.”

Menurut DK, disamping masalah terbatasnya lapangan kerja, pengangguran juga dapat disebabkan oleh kondisi ekonomi daerah dan dunia. Selain itu juga, sistem pendidikan pun dapat menjadi penyebab tingginya angka pengangguran.

Beliau menyatakan :
“Nah, penyebab pengangguran itu sangat beragam ya. Dan yang paling pokok buat saya terbatasnya kesempatan kerja. Kemudian, situasi ekonomi bangsa kita belum sepenuhnya pulih pasca krisis moneter 1997. Era reformasi yang dulu diharapkan mampu memberikan peningkatan ekonomi, nyatanya sampai hari ini ya begini tidak ada perubahan yang berarti. Kemudian yang lain juga, kondisi ekonomi dunia juga kan sekarang lagi gonjang-ganjing, mau tidak mau pasti berpengaruh. Sistem pendidikan kita juga,  di mana SD, SMP, SMA, perguruan tinggi cenderung mencetak calon pekerja atau pegawai, bukan mempersiapkan mereka untuk menjadi enterpreneur atau pengusaha.”

Sedikit berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, menurut SN,
penyebab pengangguran bukan hanya dari faktor luar saja, tapi bisa dari pola pikir individu masing-masing. Beliau menyatakan :
“Banyak hal yang menyebabkan ya, mba. Ketika pengangguran itu terjadi, pertama, karena sulit menciptakan lapangan kerja sendiri. Yang kedua, susah mencari lowongan kerja. Karena apa? Karena skillnya belum memenuhi standar yang diinginkan oleh lowongan kerja tersebut. Tenaga kerja tidak mampu
menciptakan lapangan kerja sendiri. Tidak mampunya itu karena beberapa hal. Pertama, karena tidak punya modal. Kedua, mungkin tidak punya ketrampilan. Ketiga, keberanian. ”

Menurut AG juga, banyaknya jumlah pengangguran di Purwokerto memang disebabkan oleh kurangnya pendidikan masyarakat.
Beliau menyatakan :
“Penduduk asli sini ya kurang sih mba, kalau dilihat dari skala pendidikannya. Tapi kalau saya melihat karena pendidikannya kurang, sehingga banyak yang menganggur juga, artinya dalam arti tidak mempunyai pekerjaan tetap. Tapi mereka-mereka yang sebetulnya memang baru lulus SD dan SMP.”

Hal senada juga diungkapkan oleh TD.
Menurutnya, pemerintah juga belum dapat menemukan solusi untuk mengatasi masalah pengangguran. Beliau menyatakan :
“Ya, lapangan kerja salah satunya. Lapangan kerja semakin terbatas. Wong kita lihat saja di media masa, banyak berita mengenai PHK. Hal ini kan menunjukkan lapangan kerja yang semakin sedikit, semakin tidak bisa menampung tenaga kerja yang ada. Masyarakat ya makin terpinggirkan lagi, jelas. Disisi lain, pemerintah sendiri belum mendapatkan solusi yang tepat ketika berhadapan dengan masalah ini. Berdasarkan pengalaman yang ada, kebijakan yang ada tidak menyentuh hal yang subtansial. Saya melihat usaha pemerintah pasti ada, tapi usaha seperti apa? Kebijakan yang ada tidak berpihak pada rakyat kecil, tetapi lebih berpihak pada ”yang punya”. Dilihat dari sektor ekonomi saja ya, misalnya terjadi penggusuran di alun-alun. Buat apa sih? Kita berbicara keindahan? Indah sih, boleh-boleh saja, tapi kalau tidak subtansi buat apa? Bagi saya ya yang baik, ada pedagang disitu ya ditata. Kalau itu merupakan sebuah arena kehidupan masyarakat. Itu menganggu orang yang mencari kehidupan ekonomi di alun-alun.”

Dalam mengatasi masalah pengangguran, pemerintah memegang peranan yang cukup besar. Pemerintah diharapkan mampu menemukan solusi untuk mengurangi tingginya angka pengangguran. Tujuan akhirnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
Menurut AW, Pemerintah Daerah sudah melakukan usaha untuk mengatasi masalah pengangguran. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Beliau menyatakan :
“Untuk tahun 2008 kesini Pemerintah Kabupaten, itu juga dari Jawa Tengah, tidak membuka SMA yang sifatnya umum, makanya kita mengarah ke SMK. SMK itu kan kejuruan. Dia diberikan bekal keahlian. Untuk apa? Supaya dia siap. Tenaga kerjanya supaya bisa diberdayakan, dibekali dengan ilmu, dibekali
dengan keahlian.”

Menurut DK, pemerintah sekarang dibawah pimpinan Mardjoko memiliki rencana yang bagus untuk mengatasi pengangguran. Tinggal bagaimana pemerintah dapat merealisasikan dari visi misi yang telah diusungnya.
DK menyatakan :
“Salah satu janji Pak Mardjoko dalam kampanye adalah menciptakan lapangan kerja melalui pembukaan pabrik-pabrik dan mengatasi pengangguran.”

AT memberikan masukan solusi untuk mengurangi angka pengangguran, yaitu dengan mengembangkan UKM (Usaha Kecil Menengah). Sektor mikro ini yang sering terlupakan oleh pemerintah, padahal sektor ini dapat mengurangi angka pengangguran. Beliau juga mencoba mengingatkan pemerintah dengan kebijakan investasi yang direncanakan. Peningkatan investasi dengan membuka pabrik-pabrik harus didukung dengan infrastruktur yang ada.
Menurut beliau:
“Ya yang paling nyata itu kan mendatangkan investor dengan asumsi makin banyak investor, maka makin banyak industri dengan harapan bisa mendatangkan lapangan kerja baru. Saya menghargai usaha pemerintah untuk merayu-rayu investor, juga mempermudah perizinan. Tapi namanya industri kan tidak hanya itu, membutuhkan infrastruktur. Segalanya masih terbatas. Maka tidak bisa maksimal. Saya liat yang paling penting adalah UKM. Sebetulnya pembangunan UKM itu loh, ini lebih banyak menyerap tenaga
kerja, dibandingkan investor yang jelas menuntut infrastruktur yang menunjang.”

Dalam mengatasi pengangguran, RM juga memberikan solusi, yaitu mengarahkan pembangunan kota ke pendidikan dan pariwisata. Menurutnya dua sektor tersebut dapat menjadi penggerak ekonomi masyarakat. Beliau juga menyatakan bahwa mendatangkan investasi belum cocok di Kota Purwokerto.
“Tantangan kedepan itu kan katanya mau mengundang investor, tapi sangat kontradiktiflah. Sekarang tuh tidak ada kontraktor, yang katanya sedang dill, nego-nego. Tapi sebenarnya untuk Banyumas (Purwokerto pada khususnya) itu susah untuk mengundang investor. Sampai detik ini saya belum melihat hadirnya investor itu. Mungkin sedang proses, tapi juga ga tahu gimana? Saya lebih cenderung pengembangan pendidikan dan pariwisata untuk mengatasi masalah pengangguran.”

Dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi di atas dapat menjelaskan bahwa Kabupaten Banyumas pada umumnya dan Kota Purwokerto pada khususnya masih memiliki angka pengangguran yang cukup tinggi. Hal tersebut masih menjadi agenda dari pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan masyarakatnya. Pemerintah merencanakan peningkatan investasi dengan mendirikan pabrik-pabrik sebagai
langkah pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat. Namun, investasi yang direncanakan pemerintah daerah belum memperhatikan dunia pendidikan. Pemerintah daerah juga perlu mengkaji ulang keputusan untuk mendatangkan investor, karena apakah itu sudah sesuai dengan sumber daya yang dimiliki? Melihat sumber daya yang tersedia lebih mendukung pembangunan pendidikan dan pariwisata di Purwokerto.

4.1.3 Kondisi Ekonomi
Sektor ekonomi merupakan sektor yang mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan. Kondisi ekonomi diharapkan mampu mendukung arah pembangunan kota yang diharapkan dan begitu pula sebaliknya. Saat ini, ekonomi Purwokerto akan dikembangkan menjadi perdagangan, industri dan jasa. Melihat kondisi saat ini, kota Purwokerto memang lebih berkembang di sektor jasa. Hal ini terbukti dari hasil dokumentasi yang dapat dilihat pada tabel 11, yang menyatakan bahwa kontribusi sektor jasa pada PDRB kota Purwokerto, paling besar yaitu sejumlah Rp 407.198.704.00,-. Hal ini juga didukung dengan pendapat AI, yangmenyatakan :
“Mungkin di Purwokerto kita melihat banyak sekali advertising – advertising dan internet, semuanya ekonomi jasa.” Dukungan sektor ekonomi baik itu ekonomi masyarakat maupun ekonomi daerah sangat mempengaruhi perkembangan sektor pendidikan. Menurut AT, untuk meningkatkan ekonomi dapat dilakukan dengan pengembangan UKM (Usaha Kecil Menengah). Dukungan Pengembangan UKM ini dapat mengurang angka pengangguran dan jelas meningkatkan ekonomi masyarakat. Beliau menyatakan :
“Saya liat yang paling penting adalah UKM. Sebetulnya pembangunan UKM itu loh, ini lebih banyak menyerap tenaga kerja. Mungkin perhatian pemerintah terhadap pengusaha kecil harus dipacu. Ya ini ya, kritik saya terhadap pemerintah, KKN-nya itu loh yang ga bisa ilang. Mental itu kan yang buat
masyarakat kita maju, tapi lambat banget.”
Hal senada juga diungkapkan oleh AG. Menurut beliau kondisi ekonomi masyarakat Purwokerto cukup bagus. Beliau menyatakan :
“Ya saya tidak tahu persis datanya bahwa perekonomian Banyumas bagus atau tidak. Tetapi kalau dilihat dari perputaran uang, jumlah perputaran uang di Purwokerto itu kan sangat tinggi. Kalau dilihat dari sisi itu, maka sebetulnya sektor ekonomi itu bagus. Sehingga bagaimana pemerintah khususnya untuk mendongkrak ekonomi Purwokerto ini agar sektor-sektor informal, mikro ini bisa tumbuh, karena kenyataannya sektor-sektor inilah yang mempunyai daya uji yang kuat.”

Sejauh ini dukungan sektor ekonomi terhadap pembangunan pendidikan di Purwokerto masih belum memuaskan. Hal ini diungkapkan oleh DK :
“Untuk hubungan kondisi ekonomi, belum sepenuhnya memuaskan ataupun mendukung. Karena itu tadi masih ada masalah pengangguran. Kabupaten Banyumas nampaknya sedang menata untuk perekonomian. Salah satunya yang pernah saya dengar dari Dinas Pendidikan Banyumas, mengapa adanya pembukaan jalur satu arah menjadi dua arah, supaya mobilitas itu bisa lebih maksimal. Terus ada rencana angkot bisa sampai malam dan pagi. Itu juga dalam rangka menggairahkan masyarakat untuk peningkatan perekonomian. Disamping kebijakan-kebijakan yang pro terhadap perekonomian masyarakat. Walaupun lagi-lagi ada kebijakan-kebijakan, sepertinya belum pas dianggap sebagian orang, misalnya pedagang-pedagang di alun-alun akan disterilkan, sehingga mereka terpaksa untuk mencari tempat lain. Itulah beberapa hal yang saya kira belum pas.”

Hal senada mengenai kurangnya dukungan ekonomi terhadap dunia pendidikan juga, diungkapkan oleh SN. Beliau menyatakan :
“Kalau saya lihat, belum dapat mendukung, mba. Terutama dalam proses pembelajaran. Jadi untuk pelatihan guru, melengkapi sarana prasarana, kemudian untuk membiayai proses pembelajaran, kalau menurut hemat saya sih, mba, belum mencukupi. Saya ga tahu APBD yang sekarang. Kalau untuk gaji sih bagus ya, mba. Tapi kalau untuk sarana prasarana, proses pembelajaran, peningkatan kualitas guru belum maksimal. Itu menurut pengamatan saya saja, mba. Aslinya gimana, saya tidak tahu.”

Dukungan ekonomi yang belum cukup memuaskan terhadap dunia pendidikan berakibat pada alokasi anggaran pendidikan. Besarnya alokasi anggaran pendidikan sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional
(Sisdiknas ) adalah sebesar 20%. Pasal 49 ayat 1 UU Sisdiknas menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Tahun 2009 nanti, pemerintah Kabupaten Banyumas mempunyai tanggung jawab yang tinggi untuk mewujudkan anggaran pendidikan sampai 20% sesuai dengan konstitusi. Awal tahun 2008, alokasi anggaran pendidikan di kabupaten Banyumas baru mencapai 3,28% (tidak termasuk gaji tenaga pendidik dan tenaga kependidikan). Di Kabupaten Banyumas masih terjadi perdebatan mengenai besarnya alokasi anggaran pendidikan.

Hal ini diungkapkan oleh TD :“Anggaran pendidikan tahun lalu, awal 2008, hanya mencapai 3,28%. Apalagi pemahaman kita tentang anggaran pendidikan, yang konon akan 20% itu sudah termasuk gaji guru, artinya kalau semacam itu ya memang sebuah pembohongan besar, karena kalau sampai itu termasuk anggaran gaji guru dan tenaga kerja kependidikan umumnya, itu berarti sektor pendidikan belum pernah mendapat anggaran lebih dari 11%. Karena kan cuma 20% dibagi dua kan, padahal diantara 20% paling besar kan untuk gaji guru dan karyawan. Pembohongan yang lain adalah mestinya kalau memang gaji guru dimasukkan kedalam anggaran pendidikan, gaji pegawai negeri yang lain pun masuk ke dalam anggaran sektor departemen yang sama.”

Alokasi anggaran pendidikan yang kurang proposional dan belum sesuai dengan konstitusi membuat penyelenggaraan pendidikan berjalan lambat. Masyarakat menuntut pemerintah untuk dapat mencapai anggaran pendidikan sebesar 20%. Terbatasnya alokasi dana pendidikan menciptakan opini masyarakat bahwa pendidikan itu mahal.

Seperti yang diungkapkan oleh DK :
“Saya lihat tidak melampaui 20%. Masalahnya 20% itu apakah termasuk gaji guru atau tidak? Kalau termasuk gaji guru, ya prosentasinya tidak begitu berarti, karena sekarang kan ada sertifikasi. Sertifikasi ini kan memberikan tambahan penghasilan satu kali gaji pokok, guru negeri maupun swasta. Nah, ini kan membutuhkan dana yang besar. Salah satu yang saya soroti, ketika proses penerimaan siswa baru itu, sekolah-sekolah negeri cenderung agak-agak mahal. Banyak sumbangan-sumbangan yang hanya bisa dipenuhi oleh kalangan ekonomi menengah ke atas. Nah, sehingga untuk dana ini nanti kedepannya,
pemda perlu ikut membuat aturan kepada sekolah-sekolah, jangan sampai memberatkan masyarakat. Nah, hasil diskusi dengan beberapa kepala sekolah, memang bisa dipahami sekolah juga punya program yang memerlukan dana yang cukup banyak, sedangkan dana dari pemerintah ternyata kan masih
terbatas.”

Dari hasil wawancara dan dokumentasi di atas dapat menjelaskan bahwa sektor ekonomi yang berkembang di Kota Purwokerto adalah sektor jasa, sedangkan untuk sektor industri lebih ditempatkan ke daerah-daerah luar Purwokerto. Pemerintah masih terus berusaha untuk membangun investasi guna peningkatan
ekonomi masyarakat. Keadaan ekonomi Purwokerto belum memberikan dukungan yang proposional terhadap pendidikan. Hal ini mengakibatkan alokasi anggaran pendidikan belum mencapai 20%, sesuai dengan Undang-Undang.

4.1.4 Kondisi Fisik atau Lokalisasi
Kondisi fisik atau lokalisasi kota menggambarkan tentang bentuk fisik kota.
Dengan informasi mengenai kondisi fisik atau lokalisasi kota dapat membantu dalam mengidentifikasikan keunggulan dan kelemahan kota dalam rangka pembangunan. Begitu pula dalam pembangunan Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan. Informasi kondisi fisik atau lokalisasi kota Purwokerto tentunya sangat membantu dalam menentukan aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mewujudkan arah
pembangunan kota Purwokerto sebagai kota pendidikan.

PW menyatakan bahwa Purwokerto cukup berada pada lokasi yang strategis di bagian Jawa Tengah. Beliau
menyatakan :
“Posisi Kabupaten Banyumas itu sebagai sentral, karena Kota Purwokerto merupakan ibu kota Banyumas dan Eks Karesidenan Banyumas (Cilacap, Purbalingga, Banjar Negara dan Banyumas) ibu kotanya di Purwokerto. Disamping itu, wilayah-wilayah sekitar, seperti Bumi Ayu, Ciamis, Kebumen, kebanyakan masyarakatnya, untuk pelayanan kesehatan ataupun cari kebutuhan hidup, baik yang berkaitan dengan dagang, kesehatan, pendidikan, lainnya, kesini, sehingga kita sangat potensial untuk dikembangkan lebih maju.”

Menurut KH, aspek fisik dan lokasi Kota Purwokerto sangat mendukung Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan. Beliau menyatakan : “Kalau Purwokerto menurut saya prospek kedepannya, yang pertama dari letak geografi, di Purwokerto ini merupakan kota dimana merupakan tempat yang sangat strategis, karena merupakan pertemuan jalur selatan dan utara. Itu satu. Yang kedua, itu Purwokerto itu kan letaknya kota yang nyaman untuk belajar, karena menurut hemat kami dari situasi itu tidak terlalu panas, tapi juga tidak
terlalu dingin. Yang ketiga, Purwokerto itu tidak terlalu rame menjadi kota perdagangan. Rasanya kedepan Purwokerto juga profektif untuk menjadi kota pendidikan.”

Hal senada juga diungkapkan oleh RM. Menurut beliau :
“Saya lihat juga daerah sangat mendukung. Kita lihat lingkungan dan juga cuaca, atmosfernya akademiknya itu sangat mendukung. Di sini kan pegunungan lain dengan di Cilacap, panas, kayaknya untuk jadi kota
pendidikan itu sulit.”

AI juga memberikan informasi mengenai kondisi fisik atau lokalisasi Kota Purwokerto.
Beliau menyatakan :“Lingkungan menurut saya sudah mendukung dan kebijakan pemerintah juga
sudah mendukung. Salah satunya untuk perhubungan, misal adanya pembukaan semua jalur, sekarang kan orang tidak takut datang ke Purwokerto.”

Begitu pula menurut SY yang sedikit berpendapat mengenai infrastuktur Purwokerto yang sudah tersedia. Beliau menyatakan :
“Pemerintah daerah dukung, terutama pada infrastruktur : jalan, angkutan, penerangan, PDAM dan sebagainya, tentang perizinan perluasan tanah untuk memperluas”

Dari hasil dokumentasi, jumlah transportasi dan komunikasi di Purwokerto memang sudah memadai. Jumlah angkutan kota pada tahun 2008 sebanyak 344 kendaraan dengan jumlah trayek sebanyak 31. Saat ini, Kota Purwokerto juga memiliki terminal bus tipe A yang merupakan terminal terbesar di Jawa Tengah.
Terminal tersebut seluas 10 hektar yang diresmikan pada tanggal 6 April 2006.

Untukfasilitas komunikasi terlihat pada tersedianya warnet dan wartel. Menurut data yang diperoleh jumlah warnet di Purwokerto berjumlah 29 dan untuk wartel berjumlah 474. Sedangkan untuk kondisi jalan sudah cukup baik.

AW sedikit berpendapat mengenai dukungan kondisi perhubungan dan komunikasi yang tersedia terhadap pembangunan di Purwokerto. Menurutnya :
“Bisa. sekarang kan sudah akses kayak internet, area-area hot spot sudah banyak. Saya kira sudah mendukung. Telepon, telepon seluler sudah bisa menembus ke 27 kecamatan (termasuk Purwokerto). Saya kira sudah memenuhi.”
Hal senada juga diungkapkan oleh AG, menurutnya :
“Sebetulnya dari sisi lingkungan sangat mendukung kan karena disini kan terjangkau. Akses menuju sekolah katakanlah sangat mudah. Di sini kan no problem, banjir tidak, kondisi jalan bagus, komunikasi lancar, artinya semua mendukung kalau akses. Angkutan apa saja juga bisa menjangkau.”

Tambahnya juga, bahwa jangan sampai pertumbuhan perdagangan mengganggu pembangunan pendidikan di Purwokerto, seperti pembangunan PCW (Purwokerto City Walk). Menurutnya pembangunan PCW tidak pro kepada pendidikan, karena lokasinya yang sangat dekat dengan lokasi pendidikan. Terkait dengan kondisi tata ruang dan infrastruktur fisik Purwokerto,

TD berpendapat :
“Transportasi, saya pikir ya ada beberapa hal, tinggal ketertibannya yang menurut saya masih perlu diperhatikan, artinya untuk perkotaan dalam beberapa hal sudah menjangkau sekolah-sekolah, terutama di perkotaan loh ya. Komunikasi untuk Purwokerto sudah memadai. Bicara internet, walaupun internet banyak unsur-unsur negatif yang ditemukan di sana, tapi toh yang namanya internet memberikan wawasan kepada masyarakat. Tata ruang sih kalau di sini ga begitu kelihatan. Tapi kalau kita lihat di kampung-kampung
banyak menemukan jalan-jalan tikus. Saya juga heran, kota sekecil ini ko tata ruangnya kaya gitu, heran.”

Sedangkan menurut AT, tata ruang kota dan infrastruktur memang sudah tersedia, tapi secara kualitas perlu diperhatikan lagi. beliau berpendapat :
“Tata ruang cukup baik. Saya kira Unsoed di luar pusat kota, Unwiku di tepitepi, UMP juga memungkinkan perkembangan yang lebih luas. Tapi memang masalah kualitas, barang kali kita Purwokerto masih kalah dengan Yogya atau Semarang, tapi saya kira dalam perjalanannya nanti siapa tahu kita bisa menyamai mereka. Kalau jalan itu ketinggalan. Perkembangan jalan dengan kebutuhan itu tidak sebanding. Jalannya masih begitu-begitu saja, tapi orangnya dan kendaraannya padat. Kemudian kesadaran lingkungan juga msih repot. Tapi saya pikir kita tuh maju tapi lambat banget. Kesadaran juga maju, tapi lambat banget. Lalu kemudian listrik ya, pertumbuhan kemampuan listrik juga hampir masih mengandalkan fosil saja. Komunikasi dan telepon maju pesat banget, tapi itu kan sektor swasta. Listrik masih ada pemadaman. Air bersih di Purwokerto sendiri sering ada keluhan.”

Hal senada juga diungkapkan oleh Sk. Menurutnya tata ruang Kota Purwokerto tidak mendukung dunia pendidikan. Beliau menyatakan : “Nah, menurut sepengetahuan saya perhatian pemkab masih kurang untuk
perguruan tinggi. Pemda seharusnya tanggap untuk terus manata. Misal, aset jalan, gimana supaya ditata? Pembebasan lahan selatannya Unsoed sampai ke Arca, kenapa ga buat Unsoed coba? Nah , itu kan peran pemkab yang bisa menata tata ruang kan ya dinas tata kota.”

Begitu pula dengan RM. Beliau menyatakan bahwa tata ruang kota Purwokerto belum memenuhi kota yang ideal. Setiap kota membutuhkan adanya ruang terbuka hijau, sedangkan di Purwokerto lokasi semacam ini sangat sulit ditemukan.
Menurut beliau :
“Yang saya lihat mungkin tata ruang di Purwokerto ini saya bilang belum termasuk yang istimewa. Ya itu tadi semenjak banyak sekali mengubah-ubah sawah-sawah menjadi perumahan. Dimana-mana kita dikepung oleh perumahan. Tidak pernah memikirkan ruang terbuka untuk publik, tamantaman kota. Yang saya lihat di kota-kota besar semua pasti ada hijauan ya, ruang publik untuk taman kota dan tidak boleh di kota-kota itu dipadati dengan gedung-gedung yang berlebihan, harus ada ruang penghijauan. Purwokerto ini
saya melihat belum terlambat sih. Jadi memang harus ada keberanian membuka ruang-ruang publik. Di sini kepentingan-kepentingan ekonomi lebih diutamakan.”

Dari pemaparan di atas dapat menjelaskan bahwa kondisi perhubungan dan komunikasi kota selama ini dapat menunjang pembangunan pendidikan di Purwokerto. Namun, pemerintah perlu mengkaji ulang mengenai tata ruang Kota Purwokerto. Di Purwokerto sangat sedikit ditemukan ruang terbuka hijau, padahal ini sangat diperlukan bagi setiap kota, sebagai paru-paru kota. Tata ruang kota harus
memenuhi standar kota ideal. Belum terlambat untuk Kota Purwokerto melakukan perubahan.

4.1.5 Layanan Jasa Bagi Masyarakat
Adanya otonomi daerah, membawa tuntutan bagi daerah untuk mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, terutama berkaitan dengan sumber daya manusianya. Kota Purwokerto memiliki sumber daya manusia yang cukup banyak.

Hal ini didukung dengan tersedianya fasilitas pendidikan yang cukup memadai. Mengenai hal tersebut AI mengungkapkan :
“Saya rasa arah pembangunan kota Purwokerto dalam bidang pendidikan ini kedepan akan semakin mantap dan semakin baik tentunya, apalagi tidak hanya sekolah negeri atau sekolah-sekolah swasta yang berkualitas banyak didirikan di Purwokerto.”

Begitu pula yang diungkapkan oleh AG. Menurutnya kondisi layanan jasa pendidikan di Purwokerto sangat mendukung bagi terwujudnya Kota Purwokerto sebagai Kota Pendidikan. Beliau menyatakan :
“Secara khusus, untuk di Purwokerto relatif bagus ya. Sebagian besar pendidikan baik SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi itu ada di kota. Bahkan sekolah-sekolah yang dikatakan baik oleh masyarakat justru ada di Purwokerto. Dari sisi sarana prasarana juga di kota relatif bagus dibandingkan di daerah luar Kota Purwokerto. Akses dari masyarakat untuk sekolah relatif mudah, karena mudah terjangkau. Sarana prasarana pendukung diluar pendidikan juga relatif lengkap. Sehingga kedepan kalau pemerintah serius dan mau menempatkan pendidikan sebagai prioritas pembangunan, maka Purwokerto bisa menjadi kota
pendidikan.”

Potensi berkembangnya pembangunan pendidikan di Purwokerto dapat dilihat dengan tersedianya infrastruktur pendidikan. Dari hasil dokumentasi, Kota Purwokerto diindikasikan dengan keberadaan 15 fasilitas pendidikan setingkat perguruan tinggi dari tingkat sarjana muda sampai dengan tingkat doktoral.
Keberadaan fasilitas pendidikan yang berskala nasional seperti perguruan tinggi negeri Universitas Jenderal Soedirman maupun Universitas Muhammadiyah Purwokerto telah ikut mendukung berkembangnya pencitraan Kota Purwokerto sebagai kota pendidikan. Selain itu juga, di Kota Purwokerto terdapat sekolah
unggulan yang mempunyai predikat sebagai Sekolah Berbasis Internasional (SBI) dan Sekolah Standar Nasional (SSN).

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari AI, yang menyatakan :
“Hampir seluruh sekolah unggulan berada di Purwokerto, bahkan sekolahsekolah yang mengikuti program yang dicanangkan pemerintah, seperti SSN (Sekolah Standar Nasional) dan SBI (Sekolah Berbasis Internasional) berstandar itu ada di Purwokerto.”

Sekolah-sekolah yang memperoleh gelar SBI di Kota Purwokerto adalah
SMA 1 Purwokerto dan SMA 2 Purwokerto, dan Sekolah yang berstandar nasional di
Kota Purwokerto adalah :
a. SMP 1 Purwokerto,
b. SMP 2 Purwokerto,
c. SMP 8 Purwokerto,
d. SMA 3 Purwokerto,
e. SMA 4 Purwokerto,
f. SMA 5 Purwokerto,
g. SMA Jenderal Sudirman Purwokerto,
h. SMA Muhammadiyah Purwokerto.

Selain tersedianya fasilitas sekolah dari dasar hingga perguruan tinggi, Kota Purwokerto juga memiliki fasilitas perpustakaan dan toko buku yang mudah diakses oleh masyarakat. Dari hasil Observasi, UPT Perpustakaan Daerah Kabupaten Banyumas terletak di Purwokerto, tepatnya di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 85, Purwokerto. Perpusda mempunyai koleksi sejumlah 25 ribu eksemplar yang terdiri dari buku dan referensi, belum termasuk koran dan tabloid, beragam judul buku-buku fiksi dan non fiksi. Sedangkan toko-toko buku di Purwokerto diantaranya

No. Toko Buku Alamat
1. Gramedia Tamara Plaza lantai 2, Jalan Jenderal Sudirman 103 Purwokerto.
2. Angkasa Jalan masjid 27, Purwokerto.
3. Jogja Jalan Masjid Purwokerto
4. Ganesha Jalan letkol Isdiman 1A Purwokerto
5. Perintis Lantai 1 Swalayan Moro Purwokerto
6. Dina Jalan Jederal Sudirman 103, Tamara Plaza lantai 1 Purwokerto.
7. Ananda Jalan Jenderal Sudirman 135, Purwokerto
8. Mutiara Jalan kolonel Sugiri Purwokerto.
9. Metro Kompleks kebondalem Purwokerto.
10. Jogja Agency Purwokerto Jalan Karang Wangkal Purwokerto
11. Pahala Jalan Gerilya Purwokerto. Sumber : http//www.banyumaskab.go.id/

Untuk lebih mendukung pencitraan sebagai kota pendidikan, di Kota Purwokerto banyak ditemui warnet-warnet (warung internet). Warnet dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi secara cepat dan akurat. Beberapa warnet yang ada di Purwokerto diantaranya :

Warnet-Warnet di Purwokerto
1. Gracia Net Jalan Gatot Subroto no.67 A Purwokerto
2. Blitz Net Jalan Gatot Subroto Purwokerto
3. Mega Net Jalan Komisaris Bambang Suprapto No.16
4. Super Net Jalan Komisaris Bambang Suprapto No. 24
5. Speed Net Jalan Dr. Suparno No.19A
6. Idaman internet Cafe Jalan Dr. Suparno Karangwangkal Purwokerto
7. Sofia Net Jalan Ahmad Jaelani No.58 Karangwangkal
8. Diva Net Jalan Dr. Suparno No. 80 Karangwangkal
9. Hallo Net Jalan Dr. Suparno No. 19 Karangwangkal
10. Banyu Net Jalan Dr. Suparno No. 17 Karangwangkal
11. Dago 7 Net Jalan Dr. Suparno Karangwangkal
12. Kenanga Net I, II, III Jalan Dr. Kampus No. 26B/60 Karangwangkal
13. Leon Net Jalan HR. Bunyamin Ruko No. 1 Kampus Unsoed
14. Turbo Net Jalan Overste Isdiman No.18 Purwokerto
15. Merah Putih Net Jalan HR. Bunyamin Depan Kampus Unsoed
16. Cyber Net Jalan HR Bunyamin No. 117
17. B.43 Net Jalan HR Bunyamin No. 43 Purwokerto
18. Yupies Net Jalan HR Bunyamin, Purwokerto
19. Cassandra Net Jalan Dr. Angka No. 24A Purwokerto
20. Smart Net Jalan Raya Beji Karang Salam No. 8A
21. Wasantara Net Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto
22. Az Net Jalan Dr. Suharso Purwokerto
23. Happy Net Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto
24. Q Net Jalan Jenderal Sudirman Barat Purwokerto
25. Diamond Net Jalan Sudirman Purwokerto
26. Aiz Net Jalan Kenanga Purwokerto
27. Djawa Net Jalan Suparno, Purwokerto
28. Ei-Ji Net Jalan Muria, Bancarkembar
29. Muria Net Jalan Muria, Bancarkembar
30. RL Net Jalan Cendrawasih, Purwokerto
Sumber : Laporan Antara (2008) yang berjudul “Kajian Spesifikasi Arah
Pembangunan Kota Purwokerto” dan hasil observasi Banyaknya fasilitas pendidikan Purwokerto juga didukung dengan beberapa pendapat dari PW menyatakan :
“Sekarang disini kan tumbuh berbagai fasilitas pendidikan, mba, yang terus
berkembang yang nyatanya peminatnya banyak bukan hanya dari Kabupaten
Banyumas, tetapi juga dari luar kota. Di Purwokerto dirasa situasi dan kondusif
untuk belajar.”

Hal senada juga diungkapkan oleh AI :
“Menurut saya Purwokerto sudah menjadi kota pendidikan minimal dilihat dari beberapa fakta yang pertama, hampir seluruh sekolah unggulan berada di Purwokerto, bahkan sekolah-sekolah yang mengikuti program yang dicanangkan pemerintah, seperti SSN (Sekolah Standar Nasional) dan SBI (Sekolah Berbasis Internasional) berstandar itu ada di Purwokerto. Fakta yang kedua, sekolah-sekolah di Purwokerto terutama SD, SMP, SMA itu menjadi tempat anak-anak luar kota untuk belajar di Purwokerto, karena menganggap
bahwa Purwokerto itu mempunyai kelebihan. Kemudian fakta yang ketiga, walaupun ini tidak langsung ditangani pemerintah daerah, yaitu adanya lembaga perguruan tinggi di Kota Purwokerto ya baik negeri atau swasta dan kemudian juga lembaga-lembaga pendidikan kejuruan seperti kursus ada di Purwokerto. Nah dari fakta-fakta inilah, saya rasa arah pembangunan kota Purwokerto dalam bidang pendidikan ini kedepan akan semakin mantap dan semakin baik tentunya, apalagi tidak hanya sekolah negeri atau sekolah-sekolah swasta yang berkualitas banyak didirikan di Purwokerto.”

AW berpendapat mengenai banyaknya fasilitas pendidikan yang ada di purwokerto dan usaha yang akan dilakukan pemerintah dalam meningkatkan sarana pendidikan yang sudah ada. Menurut beliau :
“Pada dasarnya Purwokerto memang sekarang ini mengarah ke arah pendidikan, apalagi Purwokerto sudah ada perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, ke depan kita mengarah kepada pendidikan yang mengarah ke kualitas. Fasilitas di Purwokerto sudah sangat cukup, kita sekarang konsentrasi di luar
Kota Purwokerto.”

Sedangkan menurut SY :
“Perguruan tinggi sudah banyak baik swasta mapun negeri, baik yang status terdengar maupun yang status tidak terdengar, terus ada juga untuk sekolah SLTA dan SLTP sudah banyak, terusan kita dalam kebijakan pendidikan kita membuat rencana terhadap penataan kotanya.”

Fasilitas pendidikan yang ada harus didukung dengan infrastruktur yang memadai juga. Saat ini, fasilitas pendidikan di Purwokerto sudah cukup memadai, tinggal beberapa infrastruktur pendidikan yang perlu diperhatikan.

Menurut DK :“Secara umum, saya lihat sudah cukup memadai. Sekolah SD sudah ada di setiap kecamatan. Memang beberapa gedung SD, sekarang lagi rusak sebagian. Kita lihat di media masa, informasi-informasi, tetapi pemerintah kabupaten nampaknya sudah berupaya untuk memperbaiki terutama bangunan SD. Masyarakat setempat juga berupaya untuk membantu terutama sekolah sekolah swasta.”

Hal senada juga diungkapkan oleh SN. Menurutnya, fasilitas dan infrastruktur pendidikan di Purwokerto tidak mengkhawatirkan. Beliau menyatakan :
“Kalau infrastruktur kan bangunan-bangunan fisik dan sebagainya, saya pikir tidak begitu mengkhawatirkan banget ya. Karena saya lihat rehab-rehab di Purwokerto itu berjalan terus dan saya melihat sekolah-sekolah yang tidak layak pakai juga sudah tidak ada, kecuali sekolah swasta. Sekolah swasta memang belum semua infrastrukturnya mendukung. Kalau sekolah-sekolah negeri sekarang infrastrukturnya bagus. Karena ada rehab-rehab, tapi kalau sekolah swasta mau membangun itu susah sekali, mba. Karena dananya ga ada. Karena ga ada, wali murid ditariki dana, ga mampu. Itu kan dilihat dari sisi kualitas bangunan. Yang kedua, dari sisi arena pembelajaran bagi anak juga kurang, sekolah swasta. Kalau secara umum, di Purwokerto infrastruktur sekolah swasta ada yang bagus, dan banyak pula yang jelek. Tapi secara umum infrastruktur cukup bagus di Purwokerto, secara umum loh, mba. Walaupun
masih banyak kekurangan.”

Tersedianya fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang dapat dibilang cukup memadai menunjukan keunggulan Purwokerto di sektor pendidikan. Pembangunan fasilitas dan infrstruktur pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah, guna menciptakan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat. Hal ini juga dilakukan agar masyarakat dapat mudah mengakses pendidikan.
Menurut DK :
“Kalau akses pelayanan perpustakaan mudah, mba. Ada perpusda, buka tiap hari. Masyarakat bisa mengaksesnya. Kalau sekolah-sekolah, beberapa sekolah sudah mempunyai web site, informasi lewat internet. Jadi bisa mengakses informasi lewat internet, kapan pun dan dimana pun.”

Begitu pula yang diungkapkan oleh SN. Menurut beliau sekolah-sekolah sudah memeberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara umum.
Beliau menyatakan :
“Kalau akses sih mudah, mba. Masyarakat mengakses informasi untuk sekolah, itu sekarang mudah. Karena sekolah-sekolah sekarang itu banyak yang mengiklankan lewat brosur, spanduk. Kalau untuk mengakses informasi itu mudah, mba. Tapi untuk akses masuk sekarang secara umum juga mudah ya. Cuma terbentur masalah biaya tadi. Sekolah memberikan pelayanan secara umum ko.”

Dari hasil wawancara dan dokumentasi serta observasi di atas dapat menjelaskan bahwa fasilitas layanan pendidikan di Purwokerto sudah memadai. Oleh karena itu, Purwokerto memiliki potensi sebagai kota pendidikan.

4.2 The Community’s Development Capacity
Informasi mengenai kondisi sosial ekonomi kota tidak cukup untuk memberikan informasi mengenai kemampuan daerah dalam pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai kelembagaan lokal yang ada. Kondisi kelembagaan yang ada dijabarkan sebagai berikut :

4.2.1 Lembaga-lembaga Masyarakat
Lembaga masyarakat dapat menjadi tempat bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Begitu juga bagi pembangunan pendidikan di kota Purwokerto, diharapkan lembaga masyarakat mampu mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan pendidikan.
Mengenai hal tersebut, AG berpendapat bahwa :
“Kalau dilihat dari sisi LSM di sini kan banyak. Di kota ini kan banyak lembaga-lembaga sosial masyarakat yang juga berperan aktif di dalam mendorong masyarakat untuk meningkatkan pendidikan.”

Begitu pula yang diungkapkan MR :
“sangat mendukung, jika dikaitkan dengan organisasi atau lembaga masyarakat dan kreativitas warga. Disini sih potensial, jika dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain. Tapi respon pemerintah dingin-dingin saja. Lembangya sih sudah cukup bagus.”

Sedangkan menurut AI menyatakan :
“Menurut saya kalau PT punya peran, tetapi kalau LSM kebanyakan masih berperan secara politik, mengkritisi kebijakan.”

Hal senada juga diungkapkan oleh AW. Beliau menyatakan :
“Selama ini ya cukup bagus. Dia kan lembaga swadaya yang ibaratnya sebagai filternya pemerintah untuk mengamati masalah kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten ya, tapi cuma kadang LSM, dia ya ada yang positif dan negatif ya, mba. Kadang ada yang pro dengan kebijakan pemerintah, ada yang kontra dengan kebijakan, itu wajar. Ya itulah akan menjadi masukan bagi kami dalam menentukan kebijakan yang strategis.”

Selain mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah, ada beberapa lembaga masyarakat yang ikut berperan besar dalam dunia pendidikan. Seperti yang diungkapkan oleh DK :
“Di Purwokerto, saya melihat ada tiga organisasi kemasyarakatan ikut berperan untuk memajukan pendidikan termasuk disini fasilitas dan infrastruktur. Yang pertama, sekolah-sekolah yang dibina oleh ormas Muhammadiyah. Kita bisa lihat sekolah SD, SMP, SMA Muhammadiyah. Kemudian yang kedua, ormas NU melalui lembaga pendidikan Ma’arif. Ketiga, ormas Al Irsyad. Saya kira cukup besar peranannya, cuma tinggal bagaimana agar peran yang ada bisa dipertahankan dan ditingkatkan di masa yang akan datang. Salah satunya barang kali pemkab bisa menempatkan lembaga-lembaga masyarakat di bidang pendidikan itu secara optimal. Mungkin dari segi financial bisa dibantu, dari perhatian mungkin ada proses kerja sama.”

AT memberikan pendapat yang relatif sama. Beliau menyatakan :
“Misal Muhammadiyah, NU, gereja bahkan lembaga-lembaga swasta itu pada rame-rame membuat lembaga pendidikan kan. Lepas dari tujuan mereka itu uang ya, tapi kan mendukung dunia pendidikan. Ada lembaga-lembaga yang memburu, walau cuma beberapa.”

Dari hasil dokumentasi, data organisasi sosial dan LSM yang terdata di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial kabupaten Banyumas sebanyak 37 lembaga. Dari 37 lembaga yang terdata, 20 lembaga terdapat di Purwokerto. Hal ini, menunjukan peran masyarakat Purwokerto yang cukup besar dalam pembangunan
daerah.

Dari pemaparan di atas dapat memberikan penjelasan bahwa lembaga masyarakat memiliki peran dalam pembangunan pendidikan di Purwokerto. Lembaga masyarakat dapat menjadi filter bagi pemerintah dalam penentuan kebijakan pembangunan dan pelaksanaan pemerintahan. Mayoritas lembaga masyarakat yang
ada di Purwokerto masih bersifat politis, dengan mengkritisi kebijakan yang dibuat dan dijalankan pemerintah daerah. Hal ini, dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih baik lagi. Selain itu juga, ada beberapa organisasi masyarakat yang ikut berperan dalam dunia pendidikan dengan membuka lembaga pendidikan dan pelatihan.

4.2.2 Lembaga-lembaga Politik
Pembangunan kota memerlukan hubungan kerja sama di antara pihak pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. Pemerintah daerah mempunyai peranan yang besar dalam mengatur hubungan kerja sama dari ketiganya. Arsyad (2004 : 322) dalam bukunya yang berjudul Ekonomi Pembangunan menyatakan :“Pemerintah daerah merupakan kunci keberhasilan pembangunan ekonomi daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan seluruh jajarannya harus mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menjadi partisipan yang penuh dalam proses pembangunan daerah.”

Pemerintah daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan dan pelaksanaan arah pembangunan kota Purwokerto sebagai kota pendidikan.

Menurut AW, peranan pemerintah daerah atau kabupaten adalah :
“Sesuai dengan regulasi, mestinya pemerintah itu untuk pendidikan dasar, untuk menjadi tanggung jawab pemerintah semua. Maka tidak ada alasan lagi, misalnya ada anak SD yang tidak bisa melanjutkan ke SMP, anak SMP tidak bisa melanjutkan ke SMA. Bahkan 2009 besok, kalau ini dilanjutkan sudah 20%, sesuai dengan konstitusi (keputusan pemerintah dan mahkamah konstitusi). Pemerintah sudah punya komitmen yang cukup tinggi.”

Menurut MR, prospek Purwokerto sebagai kota pendidikan tergantung terhadap peranan pemerintah kabupaten. Beliau menyatakan :
“Menurut saya prospeknya sangat bagus dengan catatan. Prospeknya yang bagus itu direspon positif sama pemerintah Kabupaten Banyumas dan secara meluas oleh kabupaten di sekitarnya. Dengan menyediakan sebagian tanah untuk pengembangan Unsoed, misalnya. Itu kan merupakan respon positif. Tapi responnya itu, yang selama ini ada itu kayaknya kurang menggembirakan. Prospeknya itu bagus, dengan catatan karena tidak mungkin lembaga pendidikan ini bisa berkembang tanpa ada dukungan dan keikutsertaan
pemerintah di Kabupaten.”

Begitu pula yang diungkapkan oleh TD. Menurutnya, peranan pemerintah kabupaten dalam pendidikan masih kurang berpihak pada rakyat kecil. Beliau mengharapkan pemerintahan dengan bupati yang baru ini mampu menciptakan kondisi yang mendukung berkembangnya sektor pendidikan di Purwokerto.

Menurutnya :
“Kalau pemda, saya belum menemukan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil dalam berkaitan dengan pendidikan, mba. Maaf. Saya belum pernah mendapat informasi program pemerintah sekarang ini. Kalau bicara komitmen pemda. Salah satunya perda sekolah masih berbelat-belit ga karuan. Pemerintah daerah dalam perda tersebut tidak berani menyatakan “sekolah-sekolah dasar dan menengah di Kabupaten Banyumas dilarang memungut biaya karena alasan apa pun”. Tuh ukuran saya, pemerintah daerah belum berpihak pada masyarakat kecil berkaitan dengan pendidikan.”

Berbeda dengan pendapat TD, DK sedikit tahu tentang kebijakan pendidikan yang akan diambil oleh pemerintah kabupaten yang baru.
Beliau menyatakan :
“Dalam hal ini, dibawah kepemimpinan Mardjoko, saya lihat, belum sepenuhnya dapat diketahu apa betul-betul mendukung apa ga. Karena Mardjoko ini kan baru berapa bulan ya, mungkin ga sampai 5-6 bulan ya, sehingga kebijakan-kebijakan ini masih terus diamati kedepannya betul-betul pendidikan menjadi prioritas pembangunan di Purwokerto. Tetapi dari sisi tema kampanye atau pun program daerah, pendidikan menjadi perhatian, tetapi belum menjadi skala prioritas utama. Tetapi khusus dari dinas pendidikan yang kami rasakan dari organisasi profesi ya (ISPI) dan MGMP untuk dinas pendidikan sangat mendukung dalam rangka peningkatan kualitas atau kompetensi guru.”

Peranan pemerintah kabupaten dalam meningkatkan pendidikan sudah banyak direncanakan dan dilaksanakan. Menurut PW, usaha yang dilakukan pemerintah adalah :
“Disini tidak hanya pendidikan yang lewat sektor formal. Sudah digalakkan juga program disini untuk ke desa, itu namanya posyandu sekarang sudah ditingkatkan menjadi POS PAUD, berusaha untuk pendidikan anak usia dini, diprogramkan kepada semua desa atau kelurahan agar mengatasi bukan hanya pada kesehatan balita dengan tambahan pendidikan usia dini dengan nama POS PAUD.”

AI memberikan pendapat yang berbeda, tetapi semuanya bertujuan untuk meningkatkan pendidikan masyarakatnya. Menurut beliau : “Pertama, penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dari tingkat dasar
sampai tingkat lanjutan. Yang kedua, merangsang industri jasa yang berbasis pengetahuan bisa berada di wilayah kota, dengan menolak atau mengeliminir industri berat ke luar kota. Ketiga, peran pemerintah yang perlu ditekankan adalah bagaimana agar dunia usaha juga berpartisipasi terhadap penyelenggaraan pendidikan, melalui investasi pendidikan bentuknya atau tidak investasi tapi partisipasi yang besar di dunia pendidikan.”

Menurut AW, dalam peningkatkan dunia pendidikan, pemerintah kabupaten berusaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Peningkatan sumber daya manusia ini akan dilakukan dengan cara pendirian sekolah kejuruan.

Menurutnya :
“Untuk tahun 2008 kesini Pemerintah Kabupaten, itu juga dari Jawa Tengah, tidak membuka SMA yang sifatnya umum, makanya kita mengarah ke SMK. SMK itu kan kejuruan. Dia diberikan bekal keahlian. Untuk apa? Supaya dia siap. Tenaga kerjanya supaya bisa diberdayakan, dibekali dengan ilmu, dibekali
dengan keahlian.”

SK berpendapat memang secara umum pendidikan di Purwokerto sudah cukup baik, jika dibandingkan dengan tahun–tahun sebelumnya. Namun, perlu diperhatikan oleh pemerintah kabupaten bahwa dalam mewujudkan Purwokerto sebagai kota pendidikan perlu memperhatikan potensi perguruan tinggi yang ada,
tidak hanya pendidikan dasar hingga menengah saja. Perhatian pemerintah Kabupaten Banyumas terhadap perguruan tinggi dianggap masih kurang.
Menurut beliau :
“Yang pertama harus bergerak adalah pemerintah kabupaten. Nah, menurut sepengetahuan saya, perhatian pemkab masih kurang untuk perguruan tinggi. Untuk sekolah dasar sampai menengah oke, sudah bagus. Tapi untuk perguruan tinggi masih kurang. Padahal perguruan tinggi mempunyai aset yang luar biasa, bahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Nah ini yang seharusnya ditanggap oleh pemda, untuk terus menata. Misal, aset jalan. Gimana supaya ditata? Ini kan masih kurang. Nah, itu kan peran pemkab, yang bisa menata tata ruang kan ya dinas tata kota.”

Menurut KH, pemerintah memang kurang memperhatikan keberadaan perguruan tinggi. Padahal melihat potensi yang dimiliki Purwokerto sangat mendukung terwujudnya kota pendidikan. Ini berarti perhatian pemerintah kabupaten terhadap keberadaan perguruan tinggi sangat diperlukan.
Mengenai hal ini, KH berpendapat :
“Ya, ini yang menurut hemat kami kebijakan pemerintah daerah itu terutama terhadap perguruan tinggi, saya sudah memimpin enam tahun, itu masih kurang, arinya kurang memanfaatkan. Padahal kan yang namanya Stain ya inikan kami tidak hanya punya SDM yang agama saja, tetapi juga kan ada umumnya juga. Punya Unsoed, kenapa malah Unsoed juga sampe malah lari ke Purbalingga. Ini yang menurut saya kurang. Dengan harapan, ini bisa menjadi masukan bagi bupati yang baru kedepan, perguruan tinggi bisa diajak sebagai mitra. Saya kira bagus itu. Kalau kemarin, saya rasa masih kurang. Kami dilibatkan hanya kalau ada upacara, tapi justru diajak berpikir bagaimam kedepannya agar Purwokerto lebih baik, jadi lebih punya daya saing yang tinggi dengan kabupaten lain itu yang menurut saya kurang.”

Perhatian pemerintah kabupaten yang kurang terhadap keberadaan perguruan tinggi juga diungkapkan oleh RM, sebagai salah satu mantan rektor Unsoed. Beliau menyatakan :
“Ya saya kira kalau pemerintah harus konsen pada pendidikan secara luas, artinya tidak hanya siap menganggarkan APBDnya untuk mendukung itu dan saya melihat begini, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu yang terdahulu, menurut saya kurang care. Contoh : di sini ada Unsoed. Saya lihat mereke tidak care, contoh : tanah-tanah di sekitar sini dijual untuk perumahan, karena memang bupati sekarang kan patokannya PAD, padahal itu kan menyesatkan. Ya sebenarnya hadirnya kampus kampus ini sebagai mesin penggerak ekonomi yang paling luar biasa disamping sektor-sektor yang lain. Saya melihat di Purwokerto ini juga gerakan ekonomi dari hadirnya Unsoed itu menggerakan perekonomian pengusaha kecil.”

Kurangnya perhatian pemerintah kabupaten dalam menciptakan kota pendididkan di Purwokerto dikait-kaitkan dengan berbagai fenomena yang terjadi. Pindahnya fakultas teknik Unsoed ke Kabupaten Purbalingga dan pembanguanan PCW (Purwokerto City Walk) yang tepat berada di depan Unsoed, menurut sebagian masyarakat dianggap tidak pro terhadap pendidikan. Mengenai fenomena tersebut,

SK mnegungkapkan :
“Untuk pindahnya Unsoed ke Purbalingga, itu yang saya lihat karena kecerdikan pemerintah Purbalingga. Dia ingin kotanya juga maju, dengan salah satunya adalah dengan pendirian lahan. Kenapa pemkab Banyumas tidak tanggap akan itu? Karena tidak perlu pembebasan lahan selatannya Unsoed samapai ke Arca, kenapa ga buat Unsoed coba? Ya kita?, pemkabnya tidak menyediakan itu. Ya ini yang saya katakan tadi, menciptakan sebagai kota pendidikan terkait erat dengan kebijakan pemkab. Terkait PCW, itu sih dulu
ketika proyek itu direncanakan, saya gencar mengikuti beritanya di televisi. Pernyataannya justru akan menampung kebutuhan para mahasiswa. Tapi saya bertanya yang akan dibuka di situ apa sih? Kalau ternyata hanya pusat jajan, ya percuma. Tapi kalau di situ misalnya kios buku, lain lagi. Itu kan akan memacu mahasiswa untuk membaca. Tapi kalau untuk merangsang minat konsumtifnya mahasiswa, ya sudah buat apa?”

Menurut RM, sebagai mantan rektor Unsoed, kebijakan pindahnya fakultas teknik Unsoed di Purbalingga merupakan bentuk kekecewaan karena kurang kepedulian pemerintah Kabupaten Banyumas terhadap keberadaan Unsoed, sedangkan Kabupaten Purbalingga begitu tanggap terhadap kebutuhan Unsoed.

Namun, selain itu juga, kebijakan tersebut merupakan suatu usaha dalam mewujudkan manajemen kampus modern. Beliau menyatakan :
“ Di sini kita sulit mencari tanah di sekitar Grendeng ini, karena sudah dikepung dengan perumahan-perumahan. Seharusnya pemda itu, diminta, tidak diminta, peduli dan tahu kalau Purwokerto itu baik untuk pendidikan. Ya dia jangan jual tanah itu. Seharusnya karena di sana ada kampus, harusnya bisa responsif, jangan sampai dijual. Kedepan Unsoed pasti membutuhkan.Yang hebat adalah bupati Purbalingga. Begitu dia tahu bahwa sata sedang mencari tanah, beliau bilang disini saja, pak. Saya punya tanah. Disiapkan saya di sana 11 hektar tanah, hak guna dan sekarang sudah diserahkan pada Unsoed selama itu digunakan untuk pendidikan, tidak boleh untuk kepentingan lain. Dan alhamdullilah kita bisa membangun kampus Unsoed di sana, fakultas teknik. Ini adalah dalam rangka manajemen modern penanganan kampus kedepan, saya
rasa. Walaupun saya banyak ditentang. Kenapa? Karena kita membangun kampus mendekati sumber daya yang mendukungnya, yaitu lahan disiapkan, disana adalah kota industri, jadi kita membangun program studi yang relevan. Teknik kita pindah ke sana. Seperti ini adalah 1 in 3, ini adalah kampus-kampus modern.”

Mengenai pembangunan PCW, RM berpendapat bahwa pembangunan tersebut tidak perlu ditentang, tetapi mencoba untuk menciptakan pembangunan PCW yang dapat memberikan kontribusi yang positif bagi mahasiswa. Beliau menyatakan :
“Ya saya sebenarnya ini hukum ekonomi saja, dimana ada suatu keramaian, diibaratkan dengan madu dan semut. Kalau mau tidak dianggu ya kampus harus dibangun jauh dari pusat kota. Saya melihat ini adalah suatu bentuk sektor ekonomi rill lah ya yang bisa berjalan dengan hadirnya Unsoed. Kehadiran pcw itu biar kan saja yang penting harus ada saling keberuntungan. Saya bilang pada waktu itu ke PCW, saya ga punya kepentingan apa-apa, silakan anda membuka seperti itu, tapi tolong, anda bertetangga dengan kampus, bantu ruang publik kepada mahasiswa. Yang namanya pedagang ada keuntungan, tolonglah mahasiswa diberi beasiswa atau di situ bisa menjadi tempat magang mahasiswa. Itulah solusi terbaik. Melarang itu aneh.”

Terkait dengan fenomena Unsoed dan PCW tersebut, MR juga berpendapat :
“Kasus Unsoed, menurut saya pemerintah Kabupaten Banyumas itu kurang memberikan perhatian terhadap perkembangan lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi. Misalnya, memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan yang dibutuhkan perguruan tinggi. Semakin berkembang lembaga pendidikan itu, maka secara ekonomi juga akan dukung tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya yang disekitar kampus, umumnya masyarakat Kabupaten Banyumas. Pendatang dari luar kan banyak. Terkait dengan gengsi, pemerintah
juga dapat mempunyai gengsi sebagai kota pendidikan di wilayah Jateng selatan-barat. Tapi kayaknya respon Mardjoko sampai detik ini masih belum menunjukan itu. Proses sulit, mekanisme sulit dan sebagainya. Sedangkan terkait Pcw, menurut saya setiap pembangunan yang mendukung lembaga
pendidikan, baik. Tapi kalau orientasinya berbeda jadi ya tidak baik. Harus ada kebijakan pendamping. Jika untuk penguatan posisi Unsoed, bagus. Tapi kalau sebaliknya?.”

Mengenai kebijakan pendamping yang diungkapkan oleh MR, beliau memberikan contoh sebagai berikut :
“Contoh kebijakan pendamping yaitu batuan seperti pemberian bantuan bagi dosen-dosen yang ingin penelitian atau S3, sehingga hidup. Meskipun sudah ada anggaran dari pusat, tapi juga dari pemda ada. Sejauh ini ada bantuan dari pemerintah tapi sangat minim, tidak bisa dirasakan rata-rata oleh perguruan
tinggi. Tapi jika dibiarkan begini saja tidak menutup kemungkinan di tempat lain akan mengambil alih, walaupun cukup lama menurut saya untuk sejajar dengan Kota Purwokerto bagi Kabupaten Purbalingga, Cilacap dan Banjar.”

Dari hasil dokumentasi, Pemerintahan Kabupaten Banyumas dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan terdiri dari :
a. Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyumas,
b. Dinas-dinas daerah Kabupaten Banyumas,
c. Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Banyumas.

Dari hasil dokumentasi lain, dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, sekretariat daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu bupati dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. Dalam pembangunan
pendidikan, urusan dipegang oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah. Sedangkan Sekretariat DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD dan menyediakan serta mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Dinas-dinas daerah Kabupaten Banyumas merupakan unsur pelaksana otonomi daerah dan tugas pembantuan, dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris daerah. Setiap dinas memiliki tugasnya masing-masing sesuai dengan bidang dinasnya. Dinas yang terdapat di Kabupaten Banyumas berjumlah 15 dinas. Adapun dinas-dinas tersebut (dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas daerah Kabupaten Banyumas) diantaranya :
a. Dinas Pendidikan;
b. Dinas Pemuda dan Olahraga;
c. Dinas Kesehatan;
d. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
e. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
f. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
g. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;
h. Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga;
i. Dinas Cipta Karya, Kebersihan dan Tata Ruang;
j. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi;
k. Dinas Pertanian Tanaman Pangan;
l. Dinas Kehutanan dan Perkebunan;
m. Dinas Peternakan dan Perikanan;
n. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral;
o. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

Lembaga daerah yang lain adalah Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Banyumas. Lembaga teknis daerah Kabupaten banyumas terdiri dari (dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Banyumas) :
a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
b. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
c. Badan Lingkungan Hidup;
d. Badan Penanaman Modal;
e. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana;
f. Badan Kepegawaian Daerah;
g. Inspektorat;
h. Kantor Penelitian dan Pengembangan;
i. Kantor Ketahanan Pangan;
j. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah;
k. Kantor Pemberdayaan Masyarakat;
l. Kantor Pendidikan dan Pelatihan;
m. Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas; dan
n. Rumah Sakit Umum Daerah Ajibarang.

Dari hasil pemaparan di atas dapat menjelaskan bahwa peran pemerintah Kabupaten Banyumas dalam menciptakan Purwokerto sebagai kota pendidikan sangat besar. Kebijakan dari pemerintah kabupaten dirasa masih belum optimal. Pemerintah kabupaten kurang memperhatikan keberadaan perguruan tinggi, padahal perguruan tinggi merupakan aset terpenting bagi Purwokerto dalam menciptakan kota
pendidikan.

4.2.3 Lembaga-lembaga Keuangan
Kota Purwokerto memiliki layanan perbankan yang memadai. Hal ini dapat dibuktikan dengan tersedianya 14 lembaga perbankan di Purwokerto, termasuk Bank Indonesia. Adapun 14 lembaga perbankan tersebut diantaranya adalah :

Tabel 19. Lembaga Perbankan di Purwokerto
No. Nama Alamat
1. Bank Negara Indonesia Jalan Jenderal Sudirman No. 137, Purwokerto
2. Bank Danamon Indonesia Jalan Jenderal Sudirman, Purwokerto
3. Bank Rakyat Indonesia Jalan Jenderal Sudirman No. 57, Purwokerto
4. Bank Central Asia Jalan Jenderal Sudirman No. 319A, Purwokerto
5. Lippo Bank Jalan Jenderal Sudirman No. 605, Purwokerto
6. Bank Tabungan Negara Jalan Jenderal Sudirman No. 443, Purwokerto
7. BPD Jateng Jalan Jendral Gatot Subroto 101, Purwokerto
8. Bank Internasional Indonesia Jalan Jenderal Sudirman 660-662, Purwokerto
9. Bank MANDIRI Jalan Jenderal Sudirman No. 463, Purwokerto
10. Bank Syariah Mandiri Jalan Jenderal Sudirman , Purwokerto
11. Bank Permata Komplek Satria Plasa Jalan Jendral Sudirman, Purwokerto
12. Bank Niaga Jalan Jenderal Sudirman, Purwokerto
13. Bank Muamalat Jalan Jenderal Sudirman, Purwokerto
14. Bank Indonesia Jalan Jenderal Sudirman, Purwokerto
Sumber : Laporan Antara (2008) yang berjudul “Kajian Spesifikasi Arah
Pembangunan Kota Purwokerto”

Selain tersedianya lembaga perbankan, Purwokerto juga memiliki lembaga keuangan Bank sebanyak 38 lembaga dan lembaga keuangan non perbankan sebanyak 102 lembaga. Tersedianya lembaga keuangan yang memadai menunjukan bahwa kota Purwokerto cukup strategis dalam perkembangan ekonomi di bagian barat jawa Tengah.


Banyaknya lembaga keuangan yang ada dapat mendukung arah pembangunan kota Purwokerto sebagai kota pendidikan. Menurut AW, lembaga keuangan memberikan bantuan dalam pendidikan. Beliau menyatakan :
“Saya kira mungkin ada karena kita lihat saja event-event dari, misal Lippo Bank, itu memberi bantuan beasiswa. Saya kira ada, cukup mendukung.”

SN sedikit berpendapat mengenai dukungan lembaga keuangan terhadap dunia pendidikan. Walaupun tidak secara gamblang, beliau menyatakan bahwa lembaga keuangan membantu lembaga pendidikan baik formal maupun informal dalam distribusi keuangan. Seperti yang dikatakan beliau :
“Kalau dukungannya saya ga tahu ya, mba. Mungkin ada, mba. Seperti contoh bank-bank membuka pelayanan di dekat-dekat perguruan tinggi. Itu sisi memberikan dukungan terhadap pendidikan. Dukungan atau kerja sama keuangan, sekarang hanya sebatas sebagai lembaga distributor bantuan-bantuan sekolah. Jadi, dukungannya ya gitu, baru sebatas membuka counter-counter pelayanan bagi sekolah tertentu, sebagai lembaga distributor bantuan-bantuan pemerintah untuk sekolah. Bank juga membantu dalam hal penanganan tabungan.”

Menurut AG, lembaga keuangan dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan pendidikan. Beliau menyatakan :
“Saya kira sangat berperan ya. Di sini kan ada BKK. Di kota juga ada tumbuh bank-bank. Itu sangat membantu bagi masyarakat, ketika membutuhkan dana pendidikan, itu pasti.”

Hal senada juga diungkapkan oleh AT. Menurutnya lembaga keuangan dapat memberikan bantuan nyata kepada masyarakat di tiap awal tahun ajaran. Beliau menyatakan :
“Lembaga keuangan ada banyak, mba. Memberikan dukungan dalam bentuk memasukan anak pada awal-awal tahun ajaran.”

Dari hasil wawancara dan dokumentasi di atas, dapat memberikan penjelasan bahwa Kota Purwokerto memiliki lembaga keuangan yang mampu mendukung perkembangan ekonomi daerah. Lembaga keuangan yang ada memberikan kontribusi yang baik dalam mendukung arah pembangunan kota Purwokerto sebagai kota pendidikan, misalnya melalui pemberian beasiswa dan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan biaya untuk pendidikan.

3.2.4 Lembaga-lembaga Pendidikan dan Pelatihan
Arah pembangunan kota Purwokerto sebagai kota pendidikan dapat terwujud dengan tersedianya lembaga pendidikan dan pelatihan. Lembaga pendidikan yang ada, terutama perguruan tinggi diharapkan mampu menjadi penggerak peningkatan pendidikan di Purwokerto.
Hal tersebut diungkapkan oleh PW. Menurutnya :
“Perguruan tinggi menjadi penggerak (dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan).”
Lembaga pendidikan yang ada di Purwokerto berjumlah 15 fasilitas pendidikan setingkat perguruan tinggi dari tingkat sarjana muda sampai dengan tingkat doktoral. Hal ini menunjukan potensi yang besar untuk mengembangkan arah pembangunan kota Purwokerto sebagai kota pendidikan. Apalagi dengan adanya Universitas Jenderal Soedirman dan Universitas Muhammdiyah Purwokerto yang banyak diminati masyarakat luas, bukan hanya dari daerah sekitar purwokerto. Selain itu juga, di Purwokerto tersedia lembaga pelatihan swasta yang membekali keahlian dengan kejuruan yang beragam. Lembaga pelatihan swasta yang ada berjumlah 28 lembaga. Dengan tersedianya lembaga pelatihan tersebut untuk masyarakat diharapkan mampu membekali keahlian bagi masyarakat dalam terjun di dunia kerja.

Harapan ini dikemukan oleh AW : “Lembaga pelatihan, kursus-kursus yang ada masyarakat dengan keahliankeahlian, supaya dia siap bersaing untuk lapangan pekerjaan.”

Namun, di Purwokerto belum terdapat lembaga pelatihan dari pemerintah. Lembaga pelatihan yang tersedia semuanya adalah swasta. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh AW dan AG.
Menurut AW :
“Kalau di sini belum punya BLK ya, Balai Latihan Kerja, memang di Kabupaten Banyumas belum ada itu. Kalau misal kita mau mengadakan pelatihan, biasanya kita minta tutor, ambil tutor, kayak tenaga pengajar itu. Itu nanti kewenangan Dinsosnakertrans. Biasanya dia menangani itu. Memang idealnya BLK itu ada, tetapi di Kabupaten Banyumas belum ada.”

Dan menurut AG :
“Lembaga pelatihan ini yang di sini, saya belum bisa melihat begitu nampak lho. Klo swasta lha, mungkin banyak ya. Lembaga-lembaga pelatihan swasta mungkin, kalau dari pemerintah, saya lihat balai pelatihan kerja di sini apa ada, di sini? Di kota saya tidak tahu? Sebetulnya ini menjadi tanggung jawab bidang
pendidikan non formal. Paling adanya SKB dari pemerintah. Hampir lembagalembaga pelatihan seluruhnya swasta.”

Menurut DK, lembaga pendidikan dan pelatihan di Purwokerto menjamur. Dukungannya cukup bagus terhadap peningkatan pendidikan terutama ketrampilan bagi masyarakat.
Beliau menyatakan :
“Untuk lembaga pendidikan di Purwokerto, saya lihat kondusif, banyak juga. Kota pendidikan terbukti dengan adanya tiga perguruan tinggi, yaitu Unsoed, UMP dan Unwiku. Perguruan tinggi yang cukup besar. Kemudian selain itu ada STMIK, LPP Lia, dan lain-lain. Banyak sekali lembaga pendidikan dan pelatihan, sehingga masyarakat tinggal memilih yang sesuai dengan kemampuan baik kemapuan intelektual maupun kemampuan financial atau yang lainnya. Nah,yang perlu ditingkatkan ke depan adalah bagaimana supaya semua masyarakat mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Semua masyarakat dapat mengakses pendidikan secara maksimal, terutama sampai perguruan tinggi. Lagi-lagi ini tugas negara.”

Dari hasil wawancara dan dokumentasi di atas, memberikan penjelasan bahwa Purwokerto memiliki lembaga pendidikan dan pelatihan yang memadai. Tersedianya dua universitas yang menjadi unggulan dan diminati masyarakat luas. Lembaga pendidikan dan pelatihan yang mampu membekali masyarakat untuk siap terjun ke dalam dunia kerja. Namun lembaga pelatihan yang tersedia di Purwokerto dan Banyumas adalah lembaga pelatihan swasta. Lembaga pelatihan dari pemerintah belum nampak. Selama ini, pelatihan banyak dikoordinir oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Dinas Pendidikan.

Share this article :

0 komentar:



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) - Kontak Person : 0812 2935 3524
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger