JAKARTA - Pada usianya ke 70 tahun, dia masih tetap jernih, runut, dan penuh semangat menyampaikan berbagai persoalan tentang pendidikan. Pikiran dan gagasannya seringkali mencengangkan meskipun seringkali dianggap membuat pemerintah miris dan kelabakan dibuatnya. Bahkan seakan-akan berseberangan dengan kebijakan pemerintah.
Itulah Prof Dr Soedijarto, MA -- guru besar ilmu pendidikan pada Universitas Negeri Jakarta (IKIP Jakarta), yang meluncurkan buku berjudul "Landasan dan Arah Pendidikan Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita", bertempat di kantor Departemen Pendidikan Nasional, kemarin.
"Kondisi pendidikan kita semakin menyedihkan. Karena itu, ketika saya menjadi anggota MPR-RI saya melontarkan gagasan agar pendidikan dipatok 20 persen dari APBN dan itu diterima," kata Guru Besar Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta) ini.
Setelah melalui perjuangan panjang bersama anggota MPR-RI yang sepaham, gagasan itu akhirnya disetujui dan menjadi komitmen bangsa. Suatu komitmen yang unik karena satu-satunya alokasi anggaran yang "dikunci" dalam konstitusi negara.
Namun komitmen bangsa yang sudah empat tahun ditorehkan dalam konstitusi itu tidak kunjung terwujud. Karena itu, Soedijarto bersama rekan-rekannya dalam Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi.
Tahun lalu, MK menyatakan pemerintah melanggar Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945, yang secara tegas mengamanatkan minimal 20 persen dari APBN untuk anggaran pendidikan.
Menurut Soedijarto, kesepakatan pemerintah dan DPR yang tak ada niat dan usaha keras untuk memenuhi anggaran pendidikan minimal 20 persen itu menunjukkan betapa penyelenggara negara tidak memahami makna pendidikan sebagai modal utama pembangunan bangsa.
"Dalih anggaran 20 persen sudah terpenuhi, hanya akal-akalan pejabat karena gaji guru serta anggaran pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai masuk di dalamnya. Di negara mana pun tidak ada perhitungan seperti itu. Harus murni.
Sumber : (PENDIS: hans)
Itulah Prof Dr Soedijarto, MA -- guru besar ilmu pendidikan pada Universitas Negeri Jakarta (IKIP Jakarta), yang meluncurkan buku berjudul "Landasan dan Arah Pendidikan Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita", bertempat di kantor Departemen Pendidikan Nasional, kemarin.
"Kondisi pendidikan kita semakin menyedihkan. Karena itu, ketika saya menjadi anggota MPR-RI saya melontarkan gagasan agar pendidikan dipatok 20 persen dari APBN dan itu diterima," kata Guru Besar Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta) ini.
Setelah melalui perjuangan panjang bersama anggota MPR-RI yang sepaham, gagasan itu akhirnya disetujui dan menjadi komitmen bangsa. Suatu komitmen yang unik karena satu-satunya alokasi anggaran yang "dikunci" dalam konstitusi negara.
Namun komitmen bangsa yang sudah empat tahun ditorehkan dalam konstitusi itu tidak kunjung terwujud. Karena itu, Soedijarto bersama rekan-rekannya dalam Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi.
Tahun lalu, MK menyatakan pemerintah melanggar Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945, yang secara tegas mengamanatkan minimal 20 persen dari APBN untuk anggaran pendidikan.
Menurut Soedijarto, kesepakatan pemerintah dan DPR yang tak ada niat dan usaha keras untuk memenuhi anggaran pendidikan minimal 20 persen itu menunjukkan betapa penyelenggara negara tidak memahami makna pendidikan sebagai modal utama pembangunan bangsa.
"Dalih anggaran 20 persen sudah terpenuhi, hanya akal-akalan pejabat karena gaji guru serta anggaran pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai masuk di dalamnya. Di negara mana pun tidak ada perhitungan seperti itu. Harus murni.
Sumber : (PENDIS: hans)
0 komentar:
Posting Komentar