Home » » Sawali, Guru Sastra untuk Semua

Sawali, Guru Sastra untuk Semua

Written By ISPI Banyumas on 14/04/09 | 4/14/2009

Siapa bilang guru sekolah di daerah itu gaptek? Pasti belum kenal dengan Sawali, guru SMP dari Kendal yang rajin ngeblog. Senantiasa membagi ilmu pengetahuannya soal sastra dan pendidikan pada umumnya, Sawali menyebarkan semangat untuk terus membaca dan menulis bagaimanapun caranya.

Keterbatasan fasilitas tidak terus menjadi kendala, terbukti blognya mencerahkan bagai cahaya.Pak Guru ini memang senang berbagi. Bagaimana tidak? Saat ini Sawali merupakan pengelola lima blog sekaligus, yaitu: sawali.info, sawali.us, sawali.co.cc, mgmpbismp.co.cc, dan agupenajateng.net. Dua yang terakhir dikelola bersama teman-temannya sesama guru.

Perkenalannya dengan blog dimulai pada tahun 2007. Dia mengaku masih gaptek saat memulai jalan-mendaki.blogspot.com. Namun keinginan untuk segera bisa ngeblog sedemikian kuatnya, hingga kemudian dibelinya buku-buku panduan ngeblog.

Setelah itu, Sawali bersemangat untuk menularkan kebiasaan ngeblog ini kepada teman-temannya sesama guru. Beberapa waktu yang lalu, bersama 300-an guru membuat blog bersama-sama. Ratusan guru yang berasal dari Kabupaten Banyumas ini terbagi menjadi empat angkatan. Namun sayangnya, kini yang tersisa aktif hanya sekitar sepuluh persen saja. “Pada tiarap”, katanya.

Menurutnya, ada dua hal yang menyebabkan “tiarap”nya para guru untuk tetap ngeblog. Pertama, akses internet yang belum memadai. Memang kini Pemerintah sudah melakukan usaha untuk membuat internet lebih terjangkau oleh lebih banyak kalangan pendidikan melalui pembangunan ICT di beberapa daerah. Namun pada kenyataannya, pembangunan ICT belum merata di seluruh sekolah, terutama sekolah-sekolah yang lokasinya belum terjangkau sinyal ICT.

Penyebab kedua adalah budaya menulis di kalangan guru yang belum terbangun dengan baik. “Bagaimana mungkin bisa melahirkan generasi yang memiliki budaya baca-tulis yang bagus kalau guru gagal memberikan teladan yang baik?”, tanyanya. Guru yang merupakan akronim digugu-ditiru memang diharapkan bisa menurunkan kegemaran membaca dan menulis kepada murid-muridnya.

Apa yang harus dilakukan untuk menumbuhkan budaya menulis di kalangan guru? “Yang pertama mesti gemar membaca dulu”, jawabnya tegas. “Membaca menumbuhkan inspirasi. kalau inspirasi sudah ada, guru ‘kan tinggal menuliskannya, baik dalam bentuk fiksi maupun non-fiksi”, jelasnya kemudian.

Menurutnya, guru tidak akan kesulitan soal bahan untuk ditulis. “Peristiwa-peristiwa di kelas, bahan ajar, metode dan pembelajaran, opini pendidikan. Wah, banyak sekali pokoknya, hehe!”. Intinya, banyak hal yang bisa dibagi.

Sawali berpendapat bahwa selain media cetak, yang pasti blog masih akan menjadi primadona untuk membudayakan aktivitas menulis di kalangan guru. Tak lain karena keunggulan blog yang mudah dan murah. “Blog itu ndak perlu pakai redaksi seperti di media cetak”, tambahnya.

Sebelum mengenal blog, Sawali memang sudah suka menulis di media cetak baik lokal maupun nasional. Tapi blog memberikannya kenyamanan dalam beberapa hal. “Ndak harus menunggu otoritas redaksi yang begitu ketat dalam menyortir tulisan. Lewat blog, saya bisa memublis tulisan apa saja dan kapan saja saya mau”, begitulah katanya.

Banyak manfaat yang didapatnya melalui kegiatan ngeblog. Jaringan pertemanan, silaturahmi lintakultur dan lintas geografis adalah beberapa di antaranya. “Selalu saja ada bessing ini disguise-nya di balik jerih-payah kita ngeblog”, jelasnya. Tak hanya itu, kesempatan menerbitkan buku kumpulan cerpen pun rupanya didapat setelah Sawali mulai aktif ngeblog.

Pengajar Bahasa Indonesia pada sebuah SMP di Kendal ini memang kerap menulis soal sastra dan pengajaran sastra di bangku sekolah. Menurut Sawali, idealnya pengajaran sastra mesti difokuskan pada apresiasinya, bukan teoretis dan hafalan melulu. “Saya sedih ketika masih ada rekan sejawat yang menyajikan pengajaran sastra sekadar mencekoki anak-anak dengan pengertian-pengertian dan hafalan nama-nama pengarang dan karyanya”, ungkapnya. Baginya, ini sebuah proses “pembusukan” terhadap proses apresiasi itu sendiri.

Sawali setuju dengan pendapat Danarto bahwa bengalnya anak-anak remaja sekarang lantaran tidak pernah diajar apresiasi sastra dengan baik. “Kalau saja mereka mendapatkan pengajaran sastra yang baik, mereka bisa terangsang untukmenjadi manusia yang lebih humanis, beradab, dan berbudaya, sehingga bisa mengontrol perilaku anomali yang merangsek dalam jiwa dan batinnya”, jelasnya..

Dengan demikian, keluaran dari pengajaran sastra yang baik adalah output dari pengajaran sastra yang baik adalah manusia2 yang humanis dan beradab. “Ada yang bilang, aktivitas apresiasi sastra bisa membuat seseorang menjadi lebih responsif terhadap berbagai fenomena hidup dan kehidupan yang terjadi di sekelilingnya. Mereka bisa menjadi lebih berempati terhadap sesamanya”, katanya.

Pemikiran-pemikiran yang tertuang di blognya memang sungguh mencerahkan. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh para pembaca setianya dan Dewan Juri Internet Sehat. Menjelang akhir obrolan kami sore itu, Sawali mengabarkan berita baik yang baru diterimanya: blognya mendapatkan penghargaan Internet Sehat Blog Award (ISBA) 2009 untuk kategori mingguan Education Blog. Selamat, Pak Guru! (Oleh: nonadita)

Sumber: dagdigdug.com

Share this article :

0 komentar:



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) - Kontak Person : 0812 2935 3524
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger