Oleh: Sri Mulyati, guru bimbingan konseling MTs Nurul Huda Semarang
AKHIR-AKHIR ini, banyak pihak menyoroti kehidupan remaja berkait dengan keberadaan gank yang meresahkan masyarakat. Sebab, mereka minum minuman keras, tawuran, menganiaya, dan mencuri.
Gank remaja ada sejak dulu. Normal bagi remaja membentuk perkumpulan atau gank karena mereka suka berkumpul dengan teman sebaya.
Tak masalah jika kegiatan mereka positif dan bisa menambah pengalaman anggota. Namun, bagaimana jika kegiatan itu negatif?
Pada dasarnya, keberanian anggota Gank Cokor, Gank Nero, atau Gank Kacau bertindak kriminal dan melakukan kekerasan merupakan ekspresi sifat dasar remaja. Mereka ingin menunjukkan eksistensi di muka umum. Ketika keinginan menonjolkan diri di hadapan teman sebaya tak dibentengi pendidikan moral dan religius yang kuat, mereka tergoda berbuat menyimpang.
Itulah pengalaman saya selama ini ketika menangani para siswa bermasalah. Banyak di antara mereka yang mengaku bertindak nakal dan menyimpang, misalnya memukul teman dan mencuri, ternyata tak memiliki landasan moral dan agama yang kuat. Akibatnya, mereka langsung mengikuti perbuatan teman, tanpa berpikir tentang baik dan buruk.
Untuk menangani anak-anak bermasalah itu butuh beberapa cara. Pertama, penyuluhan dan pendampingan yang serius dan konsisten. Butuh guru bimbingan konseling (BK) yang sabar dan telaten sehingga konsisten memberikan konseling pada anak didik. Jadi mereka bisa mengikuti saran sang guru.
Kedua, menghilangkan hukuman fisik di sekolah. Anak didik yang melanggar diberi konseling persuasif oleh guru BK. Dengan konsekuensi, guru BK di sekolah harus ditambah untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu banyak anak didik bermasalah.
Itu sebetulnya salah satu upaya pula untuk memperkuat keberadaan guru BK.
Sebab, guru BK selama ini berkesan jadi pelengkap di sekolah. Padahal sejatinya keberadaan guru BK sangat penting untuk membentuk moralitas yang kuat pada diri anak didik. Dengan harapan, anak didik tak terpengaruh teman yang berbuat menyimpang.
Sementara itu, untuk mengatasi agar tak ada lagi gank yang berbuat anarkis, perlu lingkungan keluarga yang bersahabat dengan anak. Terutama, pada anak yang sedang pada masa remaja (11-19 tahun).
Orang tua perlu mengakomodasi keinginan anak, asal positif. Jika anak nakal, lebih baik dibimbing dan diberi nasihat yang baik dan halus. Tanpa menghukum secara fisik atau memarahi. (53)
Sumber; Suara Merdeka
AKHIR-AKHIR ini, banyak pihak menyoroti kehidupan remaja berkait dengan keberadaan gank yang meresahkan masyarakat. Sebab, mereka minum minuman keras, tawuran, menganiaya, dan mencuri.
Gank remaja ada sejak dulu. Normal bagi remaja membentuk perkumpulan atau gank karena mereka suka berkumpul dengan teman sebaya.
Tak masalah jika kegiatan mereka positif dan bisa menambah pengalaman anggota. Namun, bagaimana jika kegiatan itu negatif?
Pada dasarnya, keberanian anggota Gank Cokor, Gank Nero, atau Gank Kacau bertindak kriminal dan melakukan kekerasan merupakan ekspresi sifat dasar remaja. Mereka ingin menunjukkan eksistensi di muka umum. Ketika keinginan menonjolkan diri di hadapan teman sebaya tak dibentengi pendidikan moral dan religius yang kuat, mereka tergoda berbuat menyimpang.
Itulah pengalaman saya selama ini ketika menangani para siswa bermasalah. Banyak di antara mereka yang mengaku bertindak nakal dan menyimpang, misalnya memukul teman dan mencuri, ternyata tak memiliki landasan moral dan agama yang kuat. Akibatnya, mereka langsung mengikuti perbuatan teman, tanpa berpikir tentang baik dan buruk.
Untuk menangani anak-anak bermasalah itu butuh beberapa cara. Pertama, penyuluhan dan pendampingan yang serius dan konsisten. Butuh guru bimbingan konseling (BK) yang sabar dan telaten sehingga konsisten memberikan konseling pada anak didik. Jadi mereka bisa mengikuti saran sang guru.
Kedua, menghilangkan hukuman fisik di sekolah. Anak didik yang melanggar diberi konseling persuasif oleh guru BK. Dengan konsekuensi, guru BK di sekolah harus ditambah untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu banyak anak didik bermasalah.
Itu sebetulnya salah satu upaya pula untuk memperkuat keberadaan guru BK.
Sebab, guru BK selama ini berkesan jadi pelengkap di sekolah. Padahal sejatinya keberadaan guru BK sangat penting untuk membentuk moralitas yang kuat pada diri anak didik. Dengan harapan, anak didik tak terpengaruh teman yang berbuat menyimpang.
Sementara itu, untuk mengatasi agar tak ada lagi gank yang berbuat anarkis, perlu lingkungan keluarga yang bersahabat dengan anak. Terutama, pada anak yang sedang pada masa remaja (11-19 tahun).
Orang tua perlu mengakomodasi keinginan anak, asal positif. Jika anak nakal, lebih baik dibimbing dan diberi nasihat yang baik dan halus. Tanpa menghukum secara fisik atau memarahi. (53)
Sumber; Suara Merdeka
0 komentar:
Posting Komentar