Oleh Roto, S.Pd
What this is, … you work
A, a,a … salome … oke …
Tak gendong ke mana-mana
Tak gendong ke mana-mana
Enak dong, mantep dong
dari pada kamu naik pesawat kedinginan
mendingan tak gendong to, enak to hayo ke mana ….
ITULAH nyanyian anak secara perorangan dan atau kelompok terdengar dimana-mana. Dengan riang mereka menari-nari kesana-kemari, menggemgan hand phone (HP) selulernya, sambil menirukan gaya Mbah Surip yang fenomenal, karena gaya khasnya. Belum usai duka tentang Mbah Surip, tiba-tiba dikejutkan kembali derai air mata karena meninggalnya WS Rendra.
Penulis juga terhenyak, kemudian menggoreskan pena di media ini, terutama terngiang-ngiang tawa & duka Mbah Surip. Syair lagu di atas entah benar/salah, yang pasti di bulan belakangan ini masyarakat yaitu anak-anak, tua dan muda selalu mendendangkan lagu tersebut di berbagai kesempatan. Baik di halaman rumah, di perempatan jalan, di terminal, di HP, bahkan sampai di acara hajatan. “Tak gendong, ke mana-mana …., tak gendong ke mana-mana …,” syair lagu tersebut terdengar kembali.
Sebagai orang awam dalam menafsirkan isi lagu tersebut tentu sangatlah mungkin dapat menimbulkan konotasi yang beragam. Semenjak hari Selasa 4 Agustus 2009 berbagai media tulis dan cetak, terutama televisi swasta mulai santer memberitakan tentang wafatnya seniman nyentrik tersebut. Berita tersebut menyatakan bahwa Mbah Surif konon kabarnya sebagai milyader terbaru, hasil royaltynya ada yang menyebut 4,5 milyar sampai dengan 33 milyar. Luar biasa! Bahkan orang nomor satu di republik ini yaitu Susilo Bambang Yudhoyono ikut menyatakan berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya serta mengirimkan karangan bunga atas wafatnya Mbah Surip tersebut. Beliu menyatakan bahwa semangatnyalah dapat dijadikan inspirasi oleh siapapun.
Mbah Surif Tetap Hidup
Penulis mencoba memutar ulang lagu tak gendong, dari koleksi lagu anak saya yang duduk di bangku SD, SMP bahkan anak yang SMA selalu berebut ulang di berbagai kesempatan untuk menyanyikan lagu tersebut. Dalam perenungan berikut, saya meminta bantuan anak saya yang duduk di bangku SMP untuk menulis syairnya. Semua berebut untuk menuliskannya, dengan singkat penulis mendapatkan syair yang lengkap dari bait pertama sampai bait akhir tidak ada yang terlewatkan.
Kesimpulan penulis bahwa lagu tersebut sangat merakyat baik di kalangan anak-anak, sampai orang dewasa dan keluarga. Lagu tersebut tanpa disadari mampu menjadi inspirasi para orangtua terlebih kakek dan nenek. Dengan syair lagu tak gendong, menginspirasikan bahawa kakek/nenek semakin sayang terhadap anak dan cucu dalam pelukannya/dekapannya atau dalam dialek aslinya “tak gendong.”
Dialek tersebut sangat melekat erat bagi rakyat Indonesia terutama dialek Jawa, yang mengandung makna wujud kasih sayang antara orang tua terhadap anak dan terlebih cucunya. Penulis memaknai bahwa syair lagu tersebut sangat lekang di benak kalbu para orang tua dalam mengasihi anak dan cucunya. Penggambaran kasih sayang orang tua yang tidak ternilai harganya, sehingga lagu tersebut dapat dijadikan simbul keakraban dan keabadian. Maka, walau Mbah Surip telah wafat diiringi duka, namun sebagian masyarakat yang lain tetap tertawa dalam arti menterjemahkan pesan moral yang ada di dalamnya, oleh para penggemarnya. Walau Mbah Surip telah tiada tetapi sebenarnya dia “tetap hidup” di benak para pengagumnya, bagi yang mau memaknai positf.
Namun, dibalik syair lagu tersebut ada yang memaknai dengan konotasi negatif. Yaitu penggambaran orangtua berduit, maaf kelompok orang “hidung belang” dengan uangnya dapat membeli segala bentuk kecantikan/kemolekan, atau dimaknai sebaliknya bahwa anak-anak gadis belia dengan suka rela mau dibeli harga dirinya dengan uang.
Benarkah tafsiran yang penulis tawarkan? Pastinya para orangtua banyak yang tertawa terkekeh-kekeh karena terhibur oleh polah tingkah anak & cucunya dalam menyanyikan lagu Mbah Surip: “… tak gendong kemana-mana… ,” disertai gerakan tari yang semakin menggelikan.
Terlepas dari persoalan pro dan kontra di atas, ada sesuatu yang dapat dijadikan renungan. Apa gerangan bahan renungan tersebut? Coba kita cermati ulang tawa, dan perilaku cuek Mbah Surip tersebut. Beliu dengan lugu, polos dan ikhlas di berbagai kesempatan selalu disertai ketawa ha…, ha … . tanpa memikirkan kekayaan. Beliu terkesan menikmati hidup apa adanya tanpa ada hal-hal yang ditutup-tutupi dengan kebohongan. Itulah gambaran kehidupan apa adanya duka dihadapi dengan suka, disertai usaha keras tanpa mengenal lelah. Suatu kelak pasti menuai hasilnya. Sejalan slogan nenek moyang kita yang masih relevan di era global ini, yaitu: “Sopo nandur bakal Ngunduh.”
Untuk ilustrasi selanjutnya, coba kita cermati syair lagu dan vidio klip lagu Mbah Surip, sekali lagi putar ulang vidio klipnya, kesan yang dapat direnungkan adalah, disana termuat sindiran bahwa perilaku hidung belang dan perilaku gadis belia yang menjajakan diri adalah perilaku amoral yang patut dipertanyakan kebenarannya. Bagaimana dengan Anda? Wallahu a’lam.
Berikut penulis kutipkan kembali lagu Mbah Surip yang berjudul: “Mbah Surip Tak Gendong”
Tag gendong kemana-mana
Tak gendong kemana-mana
Enak dong, mantep dong
Dari pada kamu naik pesawat
Kedinginan mendingan tak gendong to,
Enak to, mentep to, hayo kemana
Tak gendong kemana-mana,
Tak gendong kemana-mana, enak tau
Where are you going
Oke I am waking
Where are you going
Oke my darling a…, a…, a…
Tak gendong kemana-mana… .
Rujukan:
Berita dari beberapa tv swasta: RCTI, TV ONE, AN TV & INDOSIAR dan media cetak. Kompas, Solopos, Suara Merdeka, Jawa Pos dan lain-lain.
Ambarawa, 8 Agustus 2009
Oleh Roto Email: roto_amb@yahoo.com
Anggota Agupena Jateng
What this is, … you work
A, a,a … salome … oke …
Tak gendong ke mana-mana
Tak gendong ke mana-mana
Enak dong, mantep dong
dari pada kamu naik pesawat kedinginan
mendingan tak gendong to, enak to hayo ke mana ….
ITULAH nyanyian anak secara perorangan dan atau kelompok terdengar dimana-mana. Dengan riang mereka menari-nari kesana-kemari, menggemgan hand phone (HP) selulernya, sambil menirukan gaya Mbah Surip yang fenomenal, karena gaya khasnya. Belum usai duka tentang Mbah Surip, tiba-tiba dikejutkan kembali derai air mata karena meninggalnya WS Rendra.
Penulis juga terhenyak, kemudian menggoreskan pena di media ini, terutama terngiang-ngiang tawa & duka Mbah Surip. Syair lagu di atas entah benar/salah, yang pasti di bulan belakangan ini masyarakat yaitu anak-anak, tua dan muda selalu mendendangkan lagu tersebut di berbagai kesempatan. Baik di halaman rumah, di perempatan jalan, di terminal, di HP, bahkan sampai di acara hajatan. “Tak gendong, ke mana-mana …., tak gendong ke mana-mana …,” syair lagu tersebut terdengar kembali.
Sebagai orang awam dalam menafsirkan isi lagu tersebut tentu sangatlah mungkin dapat menimbulkan konotasi yang beragam. Semenjak hari Selasa 4 Agustus 2009 berbagai media tulis dan cetak, terutama televisi swasta mulai santer memberitakan tentang wafatnya seniman nyentrik tersebut. Berita tersebut menyatakan bahwa Mbah Surif konon kabarnya sebagai milyader terbaru, hasil royaltynya ada yang menyebut 4,5 milyar sampai dengan 33 milyar. Luar biasa! Bahkan orang nomor satu di republik ini yaitu Susilo Bambang Yudhoyono ikut menyatakan berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya serta mengirimkan karangan bunga atas wafatnya Mbah Surip tersebut. Beliu menyatakan bahwa semangatnyalah dapat dijadikan inspirasi oleh siapapun.
Mbah Surif Tetap Hidup
Penulis mencoba memutar ulang lagu tak gendong, dari koleksi lagu anak saya yang duduk di bangku SD, SMP bahkan anak yang SMA selalu berebut ulang di berbagai kesempatan untuk menyanyikan lagu tersebut. Dalam perenungan berikut, saya meminta bantuan anak saya yang duduk di bangku SMP untuk menulis syairnya. Semua berebut untuk menuliskannya, dengan singkat penulis mendapatkan syair yang lengkap dari bait pertama sampai bait akhir tidak ada yang terlewatkan.
Kesimpulan penulis bahwa lagu tersebut sangat merakyat baik di kalangan anak-anak, sampai orang dewasa dan keluarga. Lagu tersebut tanpa disadari mampu menjadi inspirasi para orangtua terlebih kakek dan nenek. Dengan syair lagu tak gendong, menginspirasikan bahawa kakek/nenek semakin sayang terhadap anak dan cucu dalam pelukannya/dekapannya atau dalam dialek aslinya “tak gendong.”
Dialek tersebut sangat melekat erat bagi rakyat Indonesia terutama dialek Jawa, yang mengandung makna wujud kasih sayang antara orang tua terhadap anak dan terlebih cucunya. Penulis memaknai bahwa syair lagu tersebut sangat lekang di benak kalbu para orang tua dalam mengasihi anak dan cucunya. Penggambaran kasih sayang orang tua yang tidak ternilai harganya, sehingga lagu tersebut dapat dijadikan simbul keakraban dan keabadian. Maka, walau Mbah Surip telah wafat diiringi duka, namun sebagian masyarakat yang lain tetap tertawa dalam arti menterjemahkan pesan moral yang ada di dalamnya, oleh para penggemarnya. Walau Mbah Surip telah tiada tetapi sebenarnya dia “tetap hidup” di benak para pengagumnya, bagi yang mau memaknai positf.
Namun, dibalik syair lagu tersebut ada yang memaknai dengan konotasi negatif. Yaitu penggambaran orangtua berduit, maaf kelompok orang “hidung belang” dengan uangnya dapat membeli segala bentuk kecantikan/kemolekan, atau dimaknai sebaliknya bahwa anak-anak gadis belia dengan suka rela mau dibeli harga dirinya dengan uang.
Benarkah tafsiran yang penulis tawarkan? Pastinya para orangtua banyak yang tertawa terkekeh-kekeh karena terhibur oleh polah tingkah anak & cucunya dalam menyanyikan lagu Mbah Surip: “… tak gendong kemana-mana… ,” disertai gerakan tari yang semakin menggelikan.
Terlepas dari persoalan pro dan kontra di atas, ada sesuatu yang dapat dijadikan renungan. Apa gerangan bahan renungan tersebut? Coba kita cermati ulang tawa, dan perilaku cuek Mbah Surip tersebut. Beliu dengan lugu, polos dan ikhlas di berbagai kesempatan selalu disertai ketawa ha…, ha … . tanpa memikirkan kekayaan. Beliu terkesan menikmati hidup apa adanya tanpa ada hal-hal yang ditutup-tutupi dengan kebohongan. Itulah gambaran kehidupan apa adanya duka dihadapi dengan suka, disertai usaha keras tanpa mengenal lelah. Suatu kelak pasti menuai hasilnya. Sejalan slogan nenek moyang kita yang masih relevan di era global ini, yaitu: “Sopo nandur bakal Ngunduh.”
Untuk ilustrasi selanjutnya, coba kita cermati syair lagu dan vidio klip lagu Mbah Surip, sekali lagi putar ulang vidio klipnya, kesan yang dapat direnungkan adalah, disana termuat sindiran bahwa perilaku hidung belang dan perilaku gadis belia yang menjajakan diri adalah perilaku amoral yang patut dipertanyakan kebenarannya. Bagaimana dengan Anda? Wallahu a’lam.
Berikut penulis kutipkan kembali lagu Mbah Surip yang berjudul: “Mbah Surip Tak Gendong”
Tag gendong kemana-mana
Tak gendong kemana-mana
Enak dong, mantep dong
Dari pada kamu naik pesawat
Kedinginan mendingan tak gendong to,
Enak to, mentep to, hayo kemana
Tak gendong kemana-mana,
Tak gendong kemana-mana, enak tau
Where are you going
Oke I am waking
Where are you going
Oke my darling a…, a…, a…
Tak gendong kemana-mana… .
Rujukan:
Berita dari beberapa tv swasta: RCTI, TV ONE, AN TV & INDOSIAR dan media cetak. Kompas, Solopos, Suara Merdeka, Jawa Pos dan lain-lain.
Ambarawa, 8 Agustus 2009
Oleh Roto Email: roto_amb@yahoo.com
Anggota Agupena Jateng
1 komentar:
I LOVE U FULL MBAH SURIP
_______________________________________________________
WWW.KENALANYUK.COM <== facebook buatan INDONESIAA ASLIIII!!! AYOOO GABUNG!!!!
Posting Komentar