Oleh Syaiful Mustaqim, S.Ag
PERPUSTAKAAN sekolah, sampai saat ini, fungsinya masih sebagai tempat peminjaman dan pengembalian buku saja atau sirkulasi buku. Selebihnya tidak. Jika demikian, ruang yang sering digembor-gemborkan sebagai jantung ilmu pengetahuan itu menjadi sia-sia. Semestinya, tempat itu menjadi ruangan berbasis intelektual.
Perpustakaan berbasis intelektual merupakan sebuah terobosan dalam rangka meningkatkan daya intelektual peserta didik. Sebab, daya intelektual yang biasanya dicurahkan dengan kegiatan berdiskusi sering dilaksanakan di lingkungan perguruan tinggi, sementara di lingkup sekolah masih jarang dilakukan. Hal itu yang menyebabkan mahasiswa baru sering kaget dengan tradisi berdiskusi di kampus.
Sehingga, perlu memformat perpus berbasis intelek. Memformatnya pun bukan perkara yang sulit. Melalui Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) maupun Jurnalistik dapat membentuk kelompok kecil untuk kegiatan olah intelektual yakni berdiskusi di ruang perpustakaan. Berdiskusi tentang tema-tema aktual yang didapat dari media cetak, online serta elektronik.
Bisa juga dengan membedah buku-buku baru dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten atau guru bidang studi yang mumpuni. Sementara guru pembina, memantau keberlangsungan olah daya intelektual yang dilakukan oleh para peserta didiknya. Berhasil atau tidaknya, tergantung guru pembina yang memantau, membina serta mengarahkan siswa.
Tentunya, kegiatan itu tergantung batas kemampuan dan kesepakatan siswa. Bisa sepekan, dua pekan sekali atau satu bulan sekali. Yang terpenting dibutuhkan intensitas dan kontiunitas dalam melaksanakannya.
Memanfaatkan perpus sekolah sebagai olah intelektual setidaknya memiliki banyak keuntungan, diantaranya: memakmurkan kesunyian perpustakaan sebab biasanya hanya sebagai sirkulasi buku. Selain itu, bagi peserta didik setidaknya merangsang siswa untuk selalu gemar membaca. Setelah pembacaan teks (dari buku, media cetak, online dan elektronik) dilanjutkan dengan olah intelektual dengan berdiskusi (menyampaikan ide, berpendapat dan kritik).
Dengan menjadikan perpustakaan berbasis intelektual nantinya akan muncul peserta didik yang berintelektual tinggi dan mumpuni serta generasi yang peka terhadap kondisi zaman kekinian. Semoga!
Syaiful Mustaqim
Lahir dan dibesarkan di Margoyoso, Kalinyamatan, Jepara. Sejak awal 2008 silam berbagai artikelnya dimuat Suara Merdeka, Wawasan, Kompas, dll. Selain menulis artikel, penulis lepas otodidak ini adalah kontributor NU Online (situs resmi PBNU). Direktur dan pengelola blog Smart Institute Jepara ini pernah mengikuti Pelatihan Menulis Artikel Kompas dan Peraih Pewarta Terbaik Suara Warga Suara Merdeka pada Juli 2008.
Perpustakaan Berbasis Intelektual
Written By ISPI Banyumas on 15/11/09 | 11/15/2009
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar