Home » » Parasit Pendidikan

Parasit Pendidikan

Written By ISPI Banyumas on 16/11/09 | 11/16/2009

Oleh Ersis Warmansyah Abbas, M.Pd
RENUNGKAN. Kalau ditanya siapa guru SD yang pertama kali mengajarkan huruf, kata, atau kalimat, bisa jadi sudah lupa. Nama guru SMP atau SMA, masih bersarang di memori? Bahkan, ada yang sudah lupa siapa dosennya? Banyak orang lupa kepada yang memberi, tetapi selalu ingat apa yang diberikan. Kurang eloknya pula, yang diingat guru ‘killer’, tetapi lupa guru yang berjasa.

Masih ingat sekolah tempat belajar ‘tempo doloe’? Mungkin Sampeyan kini bekerja di ruang ber-AC, punya penghasilan jutaan, atau sering seminar atau aneka kegiatan di hotel mewah. Dunia moderen, dunia kemewahan. Tetapi, pernahkan melihat alias berkunjung ke sekolah dimana dengan sarana dan prasarana, fasilitas seadanya, masih seperti sedia kala? Bisa jadi, lebih parah. Hampir roboh.

Ya, bisa jadi, ‘kita’ sudah punya rumah lumayan atau hidup di luar negeri, atau ‘menguasai’ negeri ini, namun lupa dari mana kehidupan dilambungkan. Lupa sekolah dan para pendidik. Kalau tidak, mustahil pendidikan di negeri ini berairmata darah. Sakit sesakitnya sakit paling sakit.

Saya punya illustrasi. Anak Pak Oemar Bakry, sebut saja Oemar Jr. kini telah jadi dosen. Bisa pula pengusaha atau anggota dewan yang sibuk dengan soal-soal keduitan. Bisa pula menteri atau presiden sekalian. Pintar karena guru, karena sekolah, karena bersekolah.

Suatu hari Oemar Jr. berandai-andai. Kalaulah untuk SD dihabiskan ‘subsidi’ Rp.25 juta, SMP Rp.25 juta, SMA Rp.50 juta, S1 Rp.100 juta, S2 Rp.200 juta dan S3 Rp.300 juta. Proses pendidikan menghabiskan uang Rp.700 juta dalam bentuk sarana dan prasarana, gaji guru, operasional dan segala macam.

Apakah tidak hina, ketika sudah ‘menjadi orang’ masih meminta-minta kepada pemerintah aneka fasilitas. Jangankan memberi, ‘membayar ulang’ apa yang diambil semasa pendidikan tidak mampu. Lagi pula, bukankah pemerintah begitu memprihatinkan? Kalah melulu. Hutang bertimbun-timbun.

Coba tanyai diri. Pernahkan datang ke sekolah tempat belajar dulu. Tempat menimba ilmu? Datang saja sangat membanggakan guru dan sekolah. Apalagi kalau menyumbang serupiah atau dua rupiah. Pernahkah?

Begitu banyak yang diambil tanpa pernah pernah diberikan. Setelah sukses, setelah ‘jadi orang’. Manusia macam apa itu? Bahkan, berjamaah berdendang tentang aneka keburukan sekolah dan guru, tempat dan manusia yang memintarkannya. Monyet saja tidak akan berprilaku demikian.

Galibnya, karena tamatan sekolah, para educated yang pintar-pintar, punya argumen kuat dan didengung-dengungkan; menyediakan fasilitas pendidikan adalah tugas negara (pemerintah). Ya, iyalah. Masalahnya negara kita bukan negara gemah ripah loh jinawi. Negara pengutang bo.

Perhatikan perusahaan atau instansi ketika merekrut pegawai. IP minimal 3, rekrumen orang cerdas. Hanya mengambil hasil pendidikan yang dibiayai negara. Sudah begitu, mempekerjakan mereka untuk ‘merampok negara’. Mengambil gratis, memilih pula, diberdayakan, … tidak mau berbagi. Luar binasa.

Kalaulah perusahaan atau instansi mau berbagi dengan lembaga pendidikan darimana pegawainya berasal, dijamin sekolah-sekolah akan menjadi sekolah benaran, bukan sekadar tempat belajar. Semua pihak, mengambil dari pendidikan, tetapi kalau soal berbagi, bemiliar-miliar alan siap sedia mendukung. Paling celaka, para anak harimau tersebut, membom kebobrokan sekolah, kualitas pendidikan, mutu guru, tanpa berkontribusi. Aneh. Maunya gratsi melulu. Menghajar kan gratis. Gila.

Merenunglah. Kalau sampai hari ini tidak pernah mengunjungi sekolah, mendatangi guru atau dosen, apalagi berkontribusi pada pendidikan, bukan tidak mungkin terkategori menjadi parasit pendidikan. Kalau perilaku demikian, lalau meminta dan terus meminta kepada pendidikan sembari mencaci-maki disana-sini tanpa mau berbagi, berkontribusi barang serupiah, itu mBahnya parasit; parasit pendidikan sempurna.

Saya hanya berdoa … semoga kita semua terhindar dari hal-hal sedemikan (syair lagu, lho). Dan, menjadi pembelajaran berharga.

Ya Allah, ya Rabb, bukanlah pintu hati agar tidak mengeluh dan selalu mengeluh kepada pendidikan nasional yang sekarat. Gerakkan nurani kami, untuk memberi. Berkontribusi secara nyata. Pendidikan tidak hanya memerlukan nasehat, usulan, atau harapan, tetapi butuh hal nyata, kontribusi kita semua. Maukah? Ngak jamin deh. Kalau memberi, berbagi, kami punya segudang alasan.

Bagaimana menurut Sampeyan?


Ersis Warmasyah Abbas,
Dosen pada FKIP Unlam Banjarmasin. Lahir di Muara Labuh, Solok Selatan, 15 November 1957. Magister Pengembangan Kurikulum Pendidikan IKIP (UPI) Bandung (1995), Alumnus Pendidikan Teori, Metodologi dan Aplikasi Antropologi UGM (1993), pernah kuliah di PK Fakultas Filsafat UGM (1982), Sarjana IKIP (UNY) Jogja (1980) Sarjana Muda IKIP (UNP) Padang (1978), dan alumnus PGAN Padang (1975).

Tulisannya dimuat Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional, Sinar Harapan, Suara Pembaharuan, Jayakarta, Kompas, Haluan, Bandung Pos, Radar Banjarmasin, Dinamika Berita, Pelita dan media cetak lainnya. Era 1986-1990 aktif di Perwakilan HU Pelita Jawa Barat dengan puncak prestasi jurnalistik Suplemen Lustrum VII IKIP Bandung.

Mantan guru Keterampilan Jurnalistik, PMP dan Sejarah SMA Marsudi luhur Jogjakarta (1979-1984) adalah penulis: Pemuda dan Kepahlawanan, Penyunting (1988), Pengantar ke Pemahaman Sejarah (1993), Memahami Sejarah (1997), Bab-Bab Antroplogi, Penyunting (Fudiat Suryadikara 1996), Pembangunan Kalimantan Selatan, Penyunting (Ismet Ahmad 1988), Perjuangan Rakyat Kabupaten Banjar Dalam Revolusi Fisik 1945-1949 (2000), Tanah Laut: Sejarah dan Potensi (2000), Banjarbaru (2002), Buku Kenangan Purna tugas M.P Lambut, Editor Bersama (2003), Menguak Atmosfir Akademik, Penyuting bersama (2004), Nyaman Memahami ESQ (2005) Menggugat Kepedulian Pendidikan Kalsel (2006).

Menerbitkan antologi puisi: Surat Buat Kekasih (2006) dan terbitan bersama: Garunum (2006), Taman Banjarbaru (2006), Tajuk Bunga (2006), Kolaborasi Nusantara dari Banjarbaru (2006). Penyunting antologi puisi: Hamami Adaby: Kaduluran (2006), dan kumpulan cerpen Jamal T. Suryanata: Bulan di Pohon Cemara (2006).

Pemimpin Umum GAGAH dan Bandjarbaroe Post adalah Presiden LPKPK. Melakukan kerjasana dengan Asia Foundation, PT Djarum Kudus, Pemda Kabupaten dan Kota dan lembaga lainnya.

Share this article :

0 komentar:



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) - Kontak Person : 0812 2935 3524
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger